Memahami Istilah Dalam Kitab Minhaj Part-2
![]() |
Memahami Istilah Dalam Kitab Minhaj Part-2 |
Sebagaimana yang telah penulis jelaskan sebelumnya, bahwa di antara keistimewaan kitab Minhaj al-Thalibin adalah memiliki istilah tersendiri, yang mana sebagiannya juga telah penulis jelaskan narasinya. Baca: Memahami Istilah Dalam Kitab Minhaj Part-1
Istilah-istilah
tersebut adalah:
1. Azhar (الأظهر)
2. Masyhur (المشهور)
3. Ashah (الأصØ)
4. Shahih (الصØÙŠØ)
5. Madzhab (المذهب)
6. Nash (النص)
7. Jadid (الجديد)
8. Qadim (القديم)
9. Qila Kadza (قيل كذا)
10. Qaul Kadza (قول كذا)
11. Qultu (قلت)
Berikut sambungan
narasi dari penjelasan sebelumnya.
Nash (النص)
Nash adalah pendapat yang disebutkan langsung oleh
Imam Syafi’i pada sebuah kasus. Hal ini, karena tingginya derajat pendapat
tersebut, dengan sebab disebutkan langsung oleh Imam.
Adapun muqabil bagi pendapat ini adalah Wajah (yang
dha’if) atau Qaul Mukharraj. Wajah (yang dha’if) adalah pendapat ashhab
yang menyalahi nash Imam pada sebuah kasus.
Sedangkan Qaul Mukharraj adalah pendapat yang ditetapkan
oleh ashhab dengan menggunakan pendapat Imam, pada sebuah kasus yang memiliki kemiripan
dengan kasus yang pernah ditetapkan hukum oleh Imam.
Dalam Mughni disebutkan bahwa Qaul Mukharraj adalah Imam Syafi’i menjawab dua penetapan hukum pada dua kasus (satu kasus satu
hukum), yang mana kedua kasus tersebut berbeda, namun memiliki kemiripan, dan
perbedaannya tidak nyata.
Lalu para ashhab menetapkan dua hukum bagi dua kasus
tersebut, dengan cara memindahkan hukum yang telah ditetapkan pada satu kasus
kepada kasus yang lain, yang sebelumnya tidak ditetapkan oleh Imam.
Sedingga, pada dua kasus tersebut, memiliki dua pendapat.
Yaitu pendapat yang ditetapkan oleh Imam (disebut dengan nash), dan satu
pendapat merupakan hasil dari tindakan para ashhab (disebut dengan Qaul
Mukharraj).
Dapat dipahami bahwa perbedaan antara Wajah (yang dha’if) dan Qaul Mukharraj, Wajah
(yang dha’if) adalah pendapat ashhab (sendiri) yang menyalahi pendapat Imam.
Sedangkan Qaul Mukharraj adalah hasil dari tindakan
ashhab yang menetapkan hukum dengan menggunakan pendapat Imam, pada kasus yang
memiliki kemiripan dengan kasus yang telah ditetapkan hukum oleh Imam.
Terkadang, Imam Nawawi juga menggunakan istilah Manshus (المنصوص) dalam kitab Minhaj. Maksud dari kata Manshus, bukan lah nash yang diistilahkan, tetapi pendapat yang kuat (Rajih)
menurut beliau.
Kesimpulannya, bila disebutkan Nash, maka terdapat
beberapa hal sebagai berikut:
1. Pada kasus
tersebut terdapat khilaf antara Nash Imam dan yang bukan Nash Imam
2. Nash Imam
adalah pendapat yang kuat
3. Muqabilnya adalah
Wajah (yang dha’if) atau Qaul Mukharraj
Jadid (الجديد)
Jadid adalah pendapat Imam Syafi’i yang difatwakan
setelah beliau berada di Mesir dan juga beberapa pendapat Qadim yang beliau
tetapkan ketika berada di sana walaupun pendapat tersebut juga difatwakan waktu
masih berada di Iraq.
Ketika disebutkan Jadid, maka muqabil dari pendapat
tersebut adalah pendapat Qadim. Jadid adalah pendapat kuat, karena pendapat
qadim tidak telah dihapuskan dan tidak boleh dijadikan pegangan, kecuali pada
beberapa kasus yang telah dianggap kuat oleh para ulama. Baca: Pendapat Qadim
yang Kuat
Kesimpulannya, bila disebutkan Jadid, maka terjadi
beberapa hal sebagai berikut:
1. Pada kasus
tersebut terdapat khilaf antara pendapat Imam
2. Khilaf yang
terjadi antara pendapat Jadid dan Qadim
3. Pendapat yang ditandai
dengan Jadid adalah pendapat kuat
4. Muqabil dari
pendapat Jadid adalah pendapat Qadim, yaitu pendapat lemah.
Qadim (القديم)
Qadim adalah pendapat Imam Syafi’i yang digagas dan difatwakan pada
waktu beliau masih berada di Iraq. Begitu juga pendapat yang beliau fatwakan
sebelum memasuki Mesir, serta pendapat Qadim yang tidak beliau tetapkan selama berada di Mesir.
Ketika disebutkan Qadim, maka muqabil dari pendapat
tersebut adalah pendapat Jadid. Jadid adalah pendapat kuat, karena pendapat
qadim tidak telah dihapuskan dan tidak boleh dijadikan pegangan, sebagaimana penjelasan
sebelumnya.
Kesimpulannya, bila disebutkan Qadim, maka terjadi
beberapa hal sebagai berikut:
1. Pada kasus
tersebut terdapat khilaf antara pendapat Imam
2. Khilaf yang
terjadi antara pendapat Jadid dan Qadim
3. Pendapat yang ditandai
dengan Qadim adalah pendapat lemah.
4. Muqabil dari
pendapat Qadim adalah pendapat Jadid, yaitu pendapat kuat
Qila Kadza (قيل كذا)
Qila adalah pendapat ashhab. Muqabil dari pendapat
tersebut, bisa berupa Ashah, dan juga bisa berupa Shahih. Pendapat yang
ditandai dengan Qila adalah pendapat lemah. Pendapat yang kuat adalah pendapat
muqabilnya.
Kesimpulannya, bila disebutkan Qila, maka terjadi
beberapa hal sebagai berikut:
1. Pada kasus
tersebut terdapat khilaf antara pendapat Ashhab
2. Pendapat yang ditandai
dengan Qila adalah pendapat lemah.
3. Pendapat yang
kuat adalah pendapat muqabilnya
4. Muqabil dari Qila,
bisa berupa Ashah, dan juga bisa berupa Shahih.
Qaul Kadza (قول كذا)
Qaul adalah pendapat Imam. Muqabil dari pendapat tersebut,
bisa berupa Azhhar, dan juga bisa berupa Masyhur. Pendapat yang ditandai dengan
Qaul adalah pendapat lemah. Pendapat yang kuat adalah pendapat muqabilnya.
Kesimpulannya, bila disebutkan Qaul, maka terjadi
beberapa hal sebagai berikut:
1. Pada kasus
tersebut terdapat khilaf antara pendapat Imam
2. Pendapat yang ditandai
dengan Qaul adalah pendapat lemah.
3. Pendapat yang
kuat adalah pendapat muqabilnya
4. Muqabil dari Qaul,
bisa berupa Azhhar, dan juga bisa berupa Masyhur.
Qultu (قلت)
Qultu adalah
tanda bagi tambahan Imam Nawawi dari kitab al-Muharrar. Qultu juga dijadikan tanda
dari berpalingnya Imam Nawawi pada beberapa kasus yang dikuatkan oleh Imam Rafi’i
dalam kitab al-Muharrar. Baca: Keistimewaan Kitab Minhaj al-Thalibin
Imam Nawawi
tidak menghilangkan intisari dari kitab al-Muharrar. Karena itu, pada beberapa
tempat yang beliau tambahkan, atau berpaling dari tarjih Imam Rafi’i sebelumnya,
diberikan tandan dengan “Qultu” dan diakhiri dengan “Wallahu A’lam”.
Keterangan
1. Kuat dan
lemahnya pendapat, dilihat dari dalil yang digunakan.
2. Azhhar dan
Masyhur berbeda pada kekuatan khilafnya. Kekuatan khilaf pada istilah Azhhar,
lebih kuat dari kekuatan khilaf pada Masyhur.
3. Kekuatan khilaf
dilihat dari kuatnya dalil muqabil. Namun, sebagian ulama berpendapat, kekuatan
khilaf dilihat dari sangat kuatnya dalil bagi pendapat yang kuat, hingga dalil
muqabil sangat jauh, dan tidak dapat menandingi di bawahnya.
4. Pendapat Imam diistilahkan dengan Qaul (قول). Sedangkan
pendapat ashhab diistilahkan dengan Wajah (وجه).
Wallahu A’lam
bi al-Shawab…
Semoga
bermanfaat…
Sumber:
Minhaj
al-Thalibin
Tashwir
al-Mathlab
Posting Komentar