Jadilah orang pertama yang menerima update artikel terbaru dari kami!!!

Memahami Istilah Dalam Kitab Minhaj Part-2

Daftar Isi

Memahami Istilah Dalam Kitab Minhaj Part-2

Sebagaimana yang telah penulis jelaskan sebelumnya, bahwa di antara keistimewaan kitab Minhaj al-Thalibin adalah memiliki istilah tersendiri, yang mana sebagiannya juga telah penulis jelaskan narasinya. Baca: Memahami Istilah Dalam Kitab Minhaj Part-1

Istilah-istilah tersebut adalah:

1.   Azhar (الأظهر)

2.   Masyhur (المشهور)

3.   Ashah (الأصح)

4.   Shahih (الصحيح)

5.   Madzhab (المذهب)

6.   Nash (النص)

7.   Jadid (الجديد)

8.   Qadim (القديم)

9.   Qila Kadza (قيل كذا)

10. Qaul Kadza (قول كذا)

11. Qultu (قلت)

Berikut sambungan narasi dari penjelasan sebelumnya.

Nash (النص)

Nash adalah pendapat yang disebutkan langsung oleh Imam Syafi’i pada sebuah kasus. Hal ini, karena tingginya derajat pendapat tersebut, dengan sebab disebutkan langsung oleh Imam.

Adapun muqabil bagi pendapat ini adalah Wajah (yang dha’if) atau Qaul Mukharraj. Wajah (yang dha’if) adalah pendapat ashhab yang menyalahi nash Imam pada sebuah kasus.

Sedangkan Qaul Mukharraj adalah pendapat yang ditetapkan oleh ashhab dengan menggunakan pendapat Imam, pada sebuah kasus yang memiliki kemiripan dengan kasus yang pernah ditetapkan hukum oleh Imam.

Dalam Mughni disebutkan bahwa Qaul Mukharraj adalah Imam Syafi’i menjawab dua penetapan hukum pada dua kasus (satu kasus satu hukum), yang mana kedua kasus tersebut berbeda, namun memiliki kemiripan, dan perbedaannya tidak nyata.

Lalu para ashhab menetapkan dua hukum bagi dua kasus tersebut, dengan cara memindahkan hukum yang telah ditetapkan pada satu kasus kepada kasus yang lain, yang sebelumnya tidak ditetapkan oleh Imam.

Sedingga, pada dua kasus tersebut, memiliki dua pendapat. Yaitu pendapat yang ditetapkan oleh Imam (disebut dengan nash), dan satu pendapat merupakan hasil dari tindakan para ashhab (disebut dengan Qaul Mukharraj).

Dapat dipahami bahwa perbedaan antara Wajah (yang dha’if) dan Qaul Mukharraj, Wajah (yang dha’if) adalah pendapat ashhab (sendiri) yang menyalahi pendapat Imam.

Sedangkan Qaul Mukharraj adalah hasil dari tindakan ashhab yang menetapkan hukum dengan menggunakan pendapat Imam, pada kasus yang memiliki kemiripan dengan kasus yang telah ditetapkan hukum oleh Imam.

Terkadang, Imam Nawawi juga menggunakan istilah Manshus (المنصوص) dalam kitab Minhaj. Maksud dari kata Manshus, bukan lah nash yang diistilahkan, tetapi pendapat yang kuat (Rajih) menurut beliau. 

Kesimpulannya, bila disebutkan Nash, maka terdapat beberapa hal sebagai berikut:

1.  Pada kasus tersebut terdapat khilaf antara Nash Imam dan yang bukan Nash Imam

2.  Nash Imam adalah pendapat yang kuat

3.  Muqabilnya adalah Wajah (yang dha’if) atau Qaul Mukharraj

Jadid (الجديد)

Jadid adalah pendapat Imam Syafi’i yang difatwakan setelah beliau berada di Mesir dan juga beberapa pendapat Qadim yang beliau tetapkan ketika berada di sana walaupun pendapat tersebut juga difatwakan waktu masih berada di Iraq.

Ketika disebutkan Jadid, maka muqabil dari pendapat tersebut adalah pendapat Qadim. Jadid adalah pendapat kuat, karena pendapat qadim tidak telah dihapuskan dan tidak boleh dijadikan pegangan, kecuali pada beberapa kasus yang telah dianggap kuat oleh para ulama. Baca: Pendapat Qadim yang Kuat

Kesimpulannya, bila disebutkan Jadid, maka terjadi beberapa hal sebagai berikut:

1.  Pada kasus tersebut terdapat khilaf antara pendapat Imam

2.  Khilaf yang terjadi antara pendapat Jadid dan Qadim

3.  Pendapat yang ditandai dengan Jadid adalah pendapat kuat

4.  Muqabil dari pendapat Jadid adalah pendapat Qadim, yaitu pendapat lemah.

Qadim (القديم)

Qadim adalah pendapat Imam Syafi’i yang digagas dan difatwakan pada waktu beliau masih berada di Iraq. Begitu juga pendapat yang beliau fatwakan sebelum memasuki Mesir, serta pendapat Qadim yang tidak beliau tetapkan selama berada di Mesir.

Ketika disebutkan Qadim, maka muqabil dari pendapat tersebut adalah pendapat Jadid. Jadid adalah pendapat kuat, karena pendapat qadim tidak telah dihapuskan dan tidak boleh dijadikan pegangan, sebagaimana penjelasan sebelumnya.

Kesimpulannya, bila disebutkan Qadim, maka terjadi beberapa hal sebagai berikut:

1.  Pada kasus tersebut terdapat khilaf antara pendapat Imam

2.  Khilaf yang terjadi antara pendapat Jadid dan Qadim

3.  Pendapat yang ditandai dengan Qadim adalah pendapat lemah.

4.  Muqabil dari pendapat Qadim adalah pendapat Jadid, yaitu pendapat kuat

Qila Kadza (قيل كذا)

Qila adalah pendapat ashhab. Muqabil dari pendapat tersebut, bisa berupa Ashah, dan juga bisa berupa Shahih. Pendapat yang ditandai dengan Qila adalah pendapat lemah. Pendapat yang kuat adalah pendapat muqabilnya.

Kesimpulannya, bila disebutkan Qila, maka terjadi beberapa hal sebagai berikut:

1.  Pada kasus tersebut terdapat khilaf antara pendapat Ashhab

2.  Pendapat yang ditandai dengan Qila adalah pendapat lemah.

3.  Pendapat yang kuat adalah pendapat muqabilnya

4.  Muqabil dari Qila, bisa berupa Ashah, dan juga bisa berupa Shahih.

Qaul Kadza (قول كذا)

Qaul adalah pendapat Imam. Muqabil dari pendapat tersebut, bisa berupa Azhhar, dan juga bisa berupa Masyhur. Pendapat yang ditandai dengan Qaul adalah pendapat lemah. Pendapat yang kuat adalah pendapat muqabilnya.

Kesimpulannya, bila disebutkan Qaul, maka terjadi beberapa hal sebagai berikut:

1.  Pada kasus tersebut terdapat khilaf antara pendapat Imam

2.  Pendapat yang ditandai dengan Qaul adalah pendapat lemah.

3.  Pendapat yang kuat adalah pendapat muqabilnya

4.  Muqabil dari Qaul, bisa berupa Azhhar, dan juga bisa berupa Masyhur.

Qultu (قلت)

Qultu adalah tanda bagi tambahan Imam Nawawi dari kitab al-Muharrar. Qultu juga dijadikan tanda dari berpalingnya Imam Nawawi pada beberapa kasus yang dikuatkan oleh Imam Rafi’i dalam kitab al-Muharrar. Baca: Keistimewaan Kitab Minhaj al-Thalibin

Imam Nawawi tidak menghilangkan intisari dari kitab al-Muharrar. Karena itu, pada beberapa tempat yang beliau tambahkan, atau berpaling dari tarjih Imam Rafi’i sebelumnya, diberikan tandan dengan “Qultu” dan diakhiri dengan “Wallahu A’lam”.

Keterangan

1.  Kuat dan lemahnya pendapat, dilihat dari dalil yang digunakan.

2.  Azhhar dan Masyhur berbeda pada kekuatan khilafnya. Kekuatan khilaf pada istilah Azhhar, lebih kuat dari kekuatan khilaf pada Masyhur.

3.  Kekuatan khilaf dilihat dari kuatnya dalil muqabil. Namun, sebagian ulama berpendapat, kekuatan khilaf dilihat dari sangat kuatnya dalil bagi pendapat yang kuat, hingga dalil muqabil sangat jauh, dan tidak dapat menandingi  di bawahnya.

4.  Pendapat Imam diistilahkan dengan Qaul (قول). Sedangkan pendapat ashhab diistilahkan dengan Wajah (وجه).

 

Wallahu A’lam bi al-Shawab…

Semoga bermanfaat…

 

Sumber:

Minhaj al-Thalibin

Tashwir al-Mathlab

Posting Komentar