Memahami 5 Hukum Menikah
![]() |
Memahami 5 Hukum Menikah |
Menikah.... Sebuah kata yang memiliki makna dan moment yang
sangat sakral. Menyatukan dua insan yang terkadang dulunya terasa asing.
Menyatukan dua keluarga besar yang terkadang sebelumnya tak pernah kenal.
Menikah adalah moment kebahagiaan yang dinanti-nantikan
oleh sebagian kalangan. Menjemput kehidupan baru, dengan keluarga baru, dan
tentunya dengan nuansa yang baru.
Namun, terkadang juga tidak menutup kemungkinan
sebaliknya. Moment kebahagiaan yang dinanti-nantikan, malah mendatangkan kesengsaraan. Sebuah problema yang sulit diperkirakan.
Lantas bagaimana hukum menikah itu sebenarnya? Apakah setiap
manusia wajib menikah? Lalu diusia berapa seseorang sudah perlu menikah?
Nah... Di sini penulis akan menjelaskan sedikit tentang
bagaimana status hukum menikah sebenarnya... Untuk mengetahuinya, simak
penjelasan berikut.
Definisi Nikah
Secara bahasa, nikah diartikan dengan menggabungkan atau
menghimpunkan. Sedangkan secara istilah, nikah didefinisikan dengan:
عقد يتضمن إباحة وطء بلفظ إنكاح أو
تزويج
“Nikah
adalah transaksi yang melazimi kepada membolehkan watha` (berhubungan intim)
dengan menggunakan kalimat inkah (menikahkan) atau tazwij
(mengawinkan).”
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa nikah adalah sebuah
transaksi membolehkan watha` dengan menggunakan kalimat nikah. Yaitu shighat
yang telah ditentukan oleh syara’ tentang penggunaannya dalam akad nikah. Yakni inkah dan tazwij.
Hukum Nikah
Dalam disiplin ilmu fiqh, tentu kita memahami bahwa mayoritas persoalan memiliki hukum dzati dan juga hukum aridhi.
Hukum dzati
adalah hukum dasar yang telah ditetapkan oleh syara’. Yakni, tidak melihat
kepada beberapa tinjauan.
Sedangkan hukum aridhi adalah hukum yang ditetapkan oleh
syara’ dengan melihat kepada beberapa tinjauan.
Adapun hukum menikah, secara dasar hukumnya adalah sunat berdasarkan
hadis:
يامعشر الشباب من استطاع منكم الباءة
فليتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء
“Wahai para pemuda, barangsiapa dari kalian yang sanggup memberikan
belanja maka hendaklah ia menikah, karena menikah dapat menjaga pandangan dan
memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang belum sanggup, maka hendaklah ia
puasa, karena puasa dapat membentengi dirinya.”
Namun bila dilihat kepada beberapa tinjauan, maka nikah
memiliki beberapa ketentuan hukum, yaitu:
1. Sunat
2. Khilaf Aula
3. Makruh
4. Wajib
5. Haram
Berikut penjelasannya.
Sunat
Hukum menikah yang disunatkan adalah bagi seseorang yang telah
memiliki kriteria tertentu, yaitu: Butuh berhubungan intim, dan sanggup memberikan
nafkah ataupun belanja, seperti mahar, pakaian, rumah, dan nafkah hariannya.
Khilaf Aula
Hukum menikah yang khilaf aula adalah bagi seseorang yang memiliki kriteria tertentu, yaitu: Butuh berhubungan intim, dan tidak sanggup memberikan nafkah ataupun belanja.
Seseorang yang memiliki kriteria di atas, disunatkan untuk
tidak menikah, dan berpuasa untuk membentengi syahwatnya. Namun jika syahwatnya
tak terbendung dengan berpuasa, maka menikah dibolehkan.
Makruh
Menikah yang dimakruhkan adalah bagi seseorang yang memiliki kriteria tertentu, yaitu: Tidak membutuhkan berhubungan intim, dan tidak sanggup memberikan nafkah ataupun belanja, atau terdapat penyakit kronis yang sulit disembuhkan, karena ia tidak membutuhkannya dan dapat beresiko jika memenuhi kewajibannya.
Adapun jika tidak membutuhkan berhubungan intim, dan sanggup memberikan nafkah ataupun belanja, maka tidak dimakruhkan. Tetapi, beribadah itu lebih utama. Namun jika tidak beribadah, maka lebih utama menikah .
Wajib
Menikah yang diwajibkan adalah nikah karena nazar. Hal ini
berlaku bagi seseorang yang memiliki kriteria menikah yang disunatkan.
Haram
Menikah yang diharamkan adalah bagi seseorang yang tidak
sanggup memenuhi hak-hak pasangannya.
Wallahu A’lam bi
al-Shawab...
Semoga bermanfaat...
Sumber:
Fath al-Mu’in dan
Syarahnya
Minhaj al-Thalibin dan Syarahnya
Posting Komentar