Lebih Baik Berdoa atau Sabar?
Doa merupakan sebuah ibadah
yang sangat dianjurkan dalam islam. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ
يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ ࣖࣖࣖ
“Dan Tuhanmu berfirman,
“Berdoalah kepadaku, niscaya akan kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya
orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk dalam neraka Jahanam
dalam keadaan hina.”
Do’a adalah Inti Ibadah
Nabi Muhammad SAW bersabda
dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Tirmidzi dan lainnya:
الدعاء مخ العبادة
“Doa merupakan inti dari
Ibadah.”
Syeikh Islam Zakariya
al-Anshari menjelaskan bahwa alasan doa dianggap inti dari sebuah ibadah,
karena mengandung nilai ketauhidan di dalam hati orang yang berdoa dan
anggapannya tidak ada pemberi selain Allah SWT.
Dan beliau juga menjelaskan
alasan dikhususkan doa sebagai inti ibadah, karena ketika berdoa, hamba
merasakan khusyu’ dan hadir hatinya kepada Allah dalam mengharapkan permintaan kepadanya,
Khusyu’ dan Rasa hadir hati merupakan inti dari sebuah ibadah.
Antara Berdoa dan Sabar
Para ulama berbeda pendapat tentang
yang lebih baik antara diam serta ridha terhadap ketentuan Allah atau berdoa
kepadanya. Sebagian ulama berpandangan ridha kepada Allah dalam keadaan tidak
berdoa, lebih baik secara mutlak, karena terdapat hadis Riwayat Imam
Tirmidzi :
من شغله ذكري عن مسألتي، أعطيته أفضل ما أعطي السائلين
“Barangsiapa yang sibuk
mengingatkanku (berdzikir) sehingga menyebabkan lupa meminta kepadaku, maka Aku
akan memberikannya yang lebih baik daripada apa yang Aku berikan kepada
orang-orang yang meminta kepadaku.”
Dan juga terdapat hadis yang
menerangkan anjuran ridha terhadap pemberian Allah dalam keadaan tidak berdoa
kepadanya, yaitu kisah seorang perempuan yang mengalami gangguan pikiran,
lantas perempuan tersebut meminta kepada Nabi supaya didoakan kesembuhan oleh
Allah SWT. Namun, Rasulullah SAW bersabda: “jika engkau sabar, maka tidak ada hisab
yang memberatkan kamu”.
Sebagian ulama yang lain berpendapat,
ada kondisi di mana seorang hamba lebih baik bersabar yakni tidak berdoa dan
ada keadaan hamba mesti berdoa kepada Allah SWT. Hal ini sebagaimana yang
diutarakan oleh Imam al-Qusyairi:
“Ketika dalam hatinya ada
isyarat dan dorongan untuk berdoa kepada Allah, maka berdoa itu lebih baik. Namun,
jika di dalam hatinya ada isyarat untuk tidak berdoa dan ridha atas pemberian
Allah, maka tidak berdoa lebih baik baginya.”
Adapun menurut mayoritas
ulama, berdoa itu lebih baik secara mutlak daripada tidak berdoa dan ridha
terhadap pemberian Allah SWT, karena diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW berdoa
ketika menimpa perkara yang sangat berat.
Adapun kisah wanita sebelumnya
yang mengalami penderitaan adalah sebagai bentuk permintaan kepada Nabi
tentang pembelajaran dan melapangkannya. Maka Allah mewahyukan kepada Nabi bahwa
tidak ada kelapangan ketika itu, lantas Nabi tidak mendo’akan wanita tersebut
dan memerintahnya supaya sabar.
12 Syarat dalam Berdo’a
Do’a bukan hanya sebagai
permintaan semata-mata, tetapi doa merupakan ibadah yang besar, tentunya dalam
berdo’a terdepat syarat-syarat yang harus ditunaikan seorang hamba.
Syekh Zakariya al-Anshari menjelaskan
beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang berdo’a, yaitu:
1. Doa tidak
bersifat mustahil secara akal dan adat. Seperti menghidupkan orang mati, dan
melihat Allah di dunia, meminta turun malaikat untuk menanyakan berita tentang
keadaan langit, dan setiap perkara yang menjadi mukjizat bagi para Nabi dan
karamah bagi wali, kecuali do’a yang berasal dari para Anbiya dan Wali Allah
dan kemungkinan perkara tersebut terjadi.
2. Sesuatu
yang didoakan, tidak ada dosa baginya. Seperti berdoa untuk bisa minum khamar
dan berzina dengan seorang perempuan.
3. Tidak
ada tujuan yang fasid. Seperti meminta harta, jabatan, anak, dan kesembuhan
yang tujuannya untuk menyombongkan diri.
4. Doanya
bukan berupa ikhtibar dan eksperimen kepada Allah SWT. Karena Hamba
dilarang menguji dan melakukan percobaan terhadap Zat yang Maha Agung dan
Perkasa.
5. Dalam
berdoa tidak meluputkan ibadah lain yang wajib.
6. Ketika
hajatnya sangat besar, jangan meminta yang dapat membesarkan hajatnya pada Zat
Allah SWT. Karena sebesar apapun hajatnya, tetap sangat kecil bagi Allah,
tetapi berdoalah, baik hajatnya itu kecil atau pun besar.
7. Berbaik
sangka kepada Allah SWT dalam berdoa dan beranggapan bahwa doanya diterima
Allah.
8. Tidak
tergesa-gesa dalam mengharap mustajab doa. Seperti orang yang mempunyai hak
terhadap orang lain yang harus disegerakan, karena Allah SWT tidak mempunyai
hak terhadap siapapun.
Kadang kala Allah
tidak mengabul doa kita secara cepat, karena terdapat maslahat dan kebaikan.
al-Makki menyatakan: Masa dikabulnya doa Nabi Zakaria ketika meminta
mengaruniakan anak adalah selama 40 Tahun.
9. Mengetahui
makna doa, karena doa merupakan permintaan hamba kepada Allah. Ketika seorang
berdoa, tapi tidak mengetahui maknanya, dia tidak dianggap sebagai peminta,
tetapi naqil kalam (pengutip ucapan). Namun apabila doa tersebut
berasal dari orang yang diambil keberkahan dengan ucapannya dan seseorang
memilih do’anya, maka tidak mengapa.
10.Memperbaiki ucapannya dalam berdoa. Artinya,
memelihara dari ucapan yang dianggap buruk oleh pendengar dan mengucapkan lafaz
doa dengan fasih.
11.Berdoa kepada Allah dengan Asmaul Husna yakni
nama-nama Allah yang bagus.
12.Beranggapan bahwa kita tidak mampu untuk
memenuhi hajat, kecuali Allah.
Wallahu A’lam bi
al-Shawab...
Semoga bermanfaat...
Referensi: Talkhis al-Azhiyah fi Ahkam al-Ad’iyah, Karya Syeikh Zakariya
al-Anshari.
Tgk. Andrean Maulana,
S.Ag, Banda Aceh, “Mahasantri Marhalah Tsaniyah (Pascasarjana)
Ma’had Aly MUDI Mesjid Raya Samalanga, Aceh.”
Posting Komentar