Jadilah orang pertama yang menerima update artikel terbaru dari kami!!!

Kaidah: I’malul Kalam Aula Min Ihmalih

Daftar Isi

Kaidah: I’malul Kalam Aula Min Ihmalih

Kaidah I’malul Kalam Aula Min Ihmalih merupakan bagian dari kaidah Aghlabiyah. Kaidah ini juga mencakup beberapa permasalahan yang tidak terbatas pada satu bab. Namun juga tidak menutup kemungkinan adanya pengecualian.

Kali ini, penulis akan menjelaskan secara ringkas beberapa hal yang berkaitan dengan kaidah ini, yakni kaidah I’malul Kalam Aula Min Ihmalih (memberlakukan ucapan lebih diprioritaskan daripada medisfungsikannya).

Substansi Kaidah

Ucapan yang sering di sampaikan oleh seseorang seringkali memunculkan beragam penafsiran (interpretasi). Tafsir yang beragam dapat terjadi karena adanya tinjauan makna hakiki dan majazi.

Demikian pula dalam upaya implementasinya, ada peluang terjadinya dua kemungkinan penafsiran, ada kalanya dapat diterapkan sesuai dengan tuntunan maknanya dan ada kalanya dapat didisfungsikan tanpa arti sama sekali, karena disebabkan beberapa faktor yang melatar belakanginya.

Pada umumnya manusia tidak menghendaki ucapannya menjadi sia-sia tanpa ada fungsi yang berarti. Inilah yang melatar belakangi mengapa aplikasi sebuah ucapan lebih baik daripada medisfungsikannya

Oleh karena itu, suatu ucapan sebisa mungkin dapat diberlakukan secara aplikatif sesuai tujuan yang di kandungnya, baik melalui makna denotatif maupun konotatif.

Artinya, suatu ucapan jika diarahkan pada salah satu makna akan memiliki pengaruh terhadap hukum, akan tetapi bila diarahkan pada makna yang lain, kemungkinan tidak memberi pengaruh pada hukum apapun.

Imam Taqiy al-Din al-Subki dan anaknya Taj al-Subki mengatakan: “Posisi kaidah ini adalah bila memprioritaskan dan medisfungsikannya itu sama dalam kaitannya dengan ucapan, tetapi jika jauh kemungkinannya untuk diprioritaskan dan menjadi seperti teka-teki dalam hubungannya, maka medisfungsikannya lebih diutamakan.”

Contoh Kaidah

Di antara beberapa furu’ dari kaidah ini adalah:

1. Jika seseorang berwasiat dengan sebuah genderang dan ia mempunyai sebuah genderang untuk hiburan dan sebuah genderang untuk perang, maka hal itu sah dan dihamalkan pada sesuatu yang dibolehkan.

2. Jika seseorang mengatakan kepada istrinya dan seekor keledai: “salah satu di antara kalian aku ceraikan.” Maka istrinya tercerai.

3. Jika seseorang telah mewakafkan sesuatu kepada anaknya, namun ia hanya memiliki cucu, tidak ada anak. Maka wakaf tersebut diberikan kepada cucunya, karena tidak dapat diberlakukan ucapannya secara hakikat dan untuk menjaga ucapannya agar tidak sia-sia.

 

Wallahu A’lam bi al-Shawab...

Semoga bermanfaat...

 

Sumber:

Idhah al-Qawaid

Formulasi Nalar Fiqh

 

Posting Komentar