Jadilah orang pertama yang menerima update artikel terbaru dari kami!!!

Istiarah Ashliyah dan Tab’iyah

Daftar Isi

Istiarah Ashliyah dan Tab’iyah

Ashliyah dan tab’iyah juga merupakan pembagian ‘aridhi dari istiarah, sama seperti murasysyahah, mujarradah dan muthlaqah, sebagaimana yang telah penulis jelaskan sebelumnya.

Namun, pembagian istiarah kepada ashliyah dan tab’iyah melihat dari sisi mustaar minh atau musyabah bih, apakah berbentuk isim jenis atau tidak.

Hal ini tentu berbeda dengan murasysyahah, mujarradah dan muthlaqah, yang merupakan pembagian istiarah dengan melihat dari sisi disebutkan atau tidaknya mula`im.

Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana perbedaan dan contoh istiarah ashliyah dan tab’iyah, mari simak penjelasan berikut.

Ashliyah

Di dalam kitab Tuhfah al-Ikhwan disebutkan bahwa:

إن كان المستعار اسم جنس أي إسما غير مشتق فالإستعارة أصلية

“Jika seandainya mustaar merupakan isim jenis, yakni isim yang bukan musytaq, maka digolongkan kepada istiarah ashliyah.”

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa ashliyah adalah istiarah yang mana kata yang menjadi mustaar minh-nya merupakan isim jenis, bukan musytaq.

Contoh

رَأَيْتُ أَسَدًا فِى الْحَمَّامِ

“Saya telah melihat seekor singa di dalam kamar mandi.”

Kata asad merupakan kata yang berposisi sebagai mustaar minh atau musyabah bih. Asad juga termasuk isim jenis, bukan musytaq. Karena itu, contoh di atas digolongkan kepada istiarah ashliyah jika dilihat kepada bentuk mustaar-nya.

Tab’iyah

Di dalam kitab Tuhfah al-Ikhwan juga disebutkan:

وإلا فتبعية لجريانها فى الفعل و فى المشتق بعد جريانها فى مصدرها و فى الحرف بعد جريانها فى متعلق معناها

“Jika mustaar-nya tidak berbentuk isim jenis, maka digolongkan kepada istiarah tab’iyah, karena berlakunya istiarah pada fiil dan musytaq setelah terjadinya istiarah pada masdarnya dan berlakunya istiarah pada huruf setelah terjadinya pada muta’allaq maknanya.”

Yang dimaksudkan dengan berlaku istiarah pada fiil dan huruf setelah berlakunya pada masdar (misalnya) adalah bahwa hakikat terjadinya istiarah itu pada masdar, bukan pada fiil atau pun musytaq. Begitu juga dengan huruf, hakikat terjadinya istiarah itu pada muta’allaq makna, bukan pada huruf.

Istiarah pada fiil, musytaq atau huruf, hanya mengikuti setelah terjadinya istiarah pada masdar atau muta’allaq makna. Karena ini lah dinamakan dengan tab’iyah, yang dapat diartikan dengan mengikuti.

Adapun yang dimaksudkan dengan muta’allaq makna huruf adalah maknanya yang kulli, seperti ibtida` pada min (من) atau intiha` pada ila (إلى).

Contoh

نَطَقَتِ الْحَالُ

“Keadaan telah berindikasi.”

Kata yang terjadi majaz dari kalimat di atas adalah nathaqat, yang mana makna hakikatnya adalah berbicara. Nathaqat (berbicara) dan dallat (indikasi) merupakan kata fiil, yang mana ia hanya mengikuti istiarah yang terjadi pada masdarnya, yaitu dalalah (الدلالة) dan nuthq (النطق).

Awalnya, diserupakan dalalah dengan nuthq yang memiliki titik kesamaan pada menjelaskan makna. Lalu dipinjamkan kata nuthq pada dalalah. Peminjaman ini lah yang diikuti oleh fiil-nya, yakni dallat dan nathaqat.

Sehingga penggunaan kata nathaqat pada dallat digolongkan kepada istiarah tab’iyah karena peminjamannya mengikuti peminjamam yang terdapat pada masdar.

 

Wallahu A’lam bi al-Shawab...

Semoga bermanfaat...

 

Sumber: Tuhfah al-Ikhwan dan Syarahnya

 

 

 

Posting Komentar