Memahami Majaz Isti’arah dan Mursal (Ilmu Bayan)
Memahami Majaz Isti’arah dan Mursal
Isti’arah dan mursal merupakan bagian dari majaz kalimat
atau yang sering disebutkan dengan majaz mufrad. Majaz mufrad adalah majaz yang
terjadi pada sebuah kata. Yakni, kosa kata yang tidak memakai makna hakikat
atau makna dasar.
Majaz mufrad ini juga merupakan bagian dari majaz lughawi,
yang mana majaz lughawi terbagi dua, yaitu: mufrad dan murakkab.
Nah, kali ini penulis akan membahas tentang apa saja yang
berkaitan dengan majaz mufrad, isti’arah dan mursal.
Untuk mengetahuinya, mari simak penjelasan berikut.
Pengertian dan Pembagian Majaz Mufrad
Dalam kitab Tuhfah al-Ikhwan, Syeikh al-Dardir menyebutkan:
وأما المجاز المفرد فهو الكلمة المستعملة فى غير ما وضعت أولا لعلاقة مع قرينة
مانعة عن إرادته
“Adapun
majaz mufrad adalah kosa kata yang digunakan pada selain makna dasar karena
terdapat alaqah (kesesuaian) dan qarinah (indikator) yang mencegah
dari pemakaian makna dasar.”
Dari definisi di atas, dapat kita pahami bahwa yang
dinamakan dengan majaz mufrad adalah pemakaian dari sebuah kata yang tidak
menggunakan makna dasarnya karena terdapat kesesuaian serta indikator yang
mencegahnya.
Adapun yang dimaksudkan dengan alaqah adalah kesesuaian
antara makna hakikat dan majaz.
Seperti contohnya kata Asad (أسد) yang bermakna dasar “binatang buas”. Bila pemakaian kata “Asad” tidak bermakna “binatang buas” karena terdapat alaqah dan qarinah (indikator) yang mencegahnya, sehingga bermakna lain, Maka pemakaian kata “Asad” saat itu dinamakan dengan majaz mufrad atau majaz kalimat.
Hal ini tentu berbeda dengan majaz murakkab, yang berupa dari
susunan kata. Walaupun keduanya, sama-sama dikatagorikan ke dalam majaz lughawi.
Majaz Isti’arah dan Mursal
Majaz mufrad terbagi dua, yaitu: isti’arah dan mursal. Hal
ini berpijak pada bentuk alaqah-nya, yakni musyabahah (terdapat
kesamaan antara makna hakikat dan makna majaz) dan ghairu musyabahah
(tidak diperdapatkan kesamaan antara makna hakikat dan makna majaz).
Hal ini juga dijelaskan dalam kitab, Tuhfah al-Ikhwan:
فإن كانت علاقته المشابهة فاستعارة وإن كانت غيرها كالسببية والمسببية
والمجاورة والكلية والبعضية واعتبار ماكان أو مايؤول إليه ونحوها فمجاز مرسل
“Jika alaqah-nya musyabahah, maka dinamakan
dengan isti’arah dan jika alaqah-nya ghairu musyabahah seperti sababiyah,
musabbabiyah, mujawarah, kulliah, ba’dhiyah, tinjauan terhadap sesuatu yang
telah terjadi, tinjauan terhadap sesuatu yang belum terjadi dan semisalnya,
maka dinamakan dengan majaz mursal.”
Dari redaksi di atas, dapat kita pahami bahwa majaz isti’arah
adalah majaz mufrad yang alaqah-nya musyabahah. Sedangkan majaz mursal
adalah majaz mufrad yang alaqah-nya ghairu musyabahah.
Contoh
Majaz isti’arah
Para ulama sering membuat contoh dari majaz isti’arah
dengan:
رَأَيْتُ أَسَدًا فِى الْحَمَّامِ
“Aku
telah melihat laki-laki pemberani di dalam kamar mandi.”
Kalimat di atas, terdapat majaz pada kata “Asad”,
yang mana makna hakikatnya adalah “binatang buas”, bukan laki-laki pemberani. Maka
di saat pemakaian kata “Asad” tidak dengan makna dasarnya, seperti
contoh di atas, maka pemakaian tersebut digolongkan kepada majaz, bukan
hakikat.
Makna hakikat dari kata “Asad” (binatang buas)
terdapat kesamaan dengan makna majaz (laki-laki pemberani), yakni sama-sama memiliki
sifat keberanian. Karena itu lah, majaz di atas dinamakan dengan majaz isti’arah,
bukan mursal.
Adapun kalimat yang berposisi sebagai qarinah mani’ah-nya
(indikator yang mencegah dari pemakian makna dasar) adalah kalimat فى الحمام
Majaz Mursal
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa majaz
mursal adalah majaz mufrad yang alaqah-nya tidak diperdapatkan kesesuaian
antara makna hakikat dan makna majaz, seperti sababiyah, musabbabiyah, kulliyah
dan lain-lain.
Maka, terdapat banyak contoh majaz mursal yang semua itu
harus sesuai dengan alaqah-nya masing-masing. Di sini, penulis hanya akan
memberikan 2 contoh, yaitu dari alaqah sababiyah dan musabbabiyah.
Dari alaqah sababiyah, contohnya seperti:
رَعَيْنَا الْغَيْثَ
“Kami
memelihara tumbuhan hijau.”
Kalimat di atas, terdapat majaz pada kata “Gaits”,
yang mana makna hakikatnya adalah “hujan”, bukan tumbuhan hijau. Maka di saat pemakaian
kata “Gaits” tidak dengan makna dasarnya, seperti contoh di atas, maka pemakaian
tersebut digolongkan kepada majaz, bukan hakikat.
Makna hakikat dari kata “Gaits” (hujan) tidak
terdapat kesamaan dengan makna majaz (tumbuhan hijau). Karena itu lah, majaz di
atas dinamakan dengan majaz mursal.
Digolongkan kepada alaqah sababiyah, karena
hujan merupakan salah satu penyebab dari tumbuhnya tumbuhan hijau.
Adapun kalimat yang berposisi sebagai qarinah mani’ah-nya
(indikator yang mencegah dari pemakian makna dasar) adalah kalimat رعينا
Wallahu A’lam bi al-Shawab
Semoga bermanfaat...
Sumber:
Tuhfah al-Ikhwan serta Syarahnya
Posting Komentar