Jadilah orang pertama yang menerima update artikel terbaru dari kami!!!

Memahami Majaz Isti’arah dan Mursal (Ilmu Bayan)

Daftar Isi

Memahami Majaz Isti’arah dan Mursal

Isti’arah dan mursal merupakan bagian dari majaz kalimat atau yang sering disebutkan dengan majaz mufrad. Majaz mufrad adalah majaz yang terjadi pada sebuah kata. Yakni, kosa kata yang tidak memakai makna hakikat atau makna dasar.

Majaz mufrad ini juga merupakan bagian dari majaz lughawi, yang mana majaz lughawi terbagi dua, yaitu: mufrad dan murakkab.

Nah, kali ini penulis akan membahas tentang apa saja yang berkaitan dengan majaz mufrad, isti’arah dan mursal.

Untuk mengetahuinya, mari simak penjelasan berikut.

Pengertian dan Pembagian Majaz Mufrad

Dalam kitab Tuhfah al-Ikhwan, Syeikh al-Dardir menyebutkan:

وأما المجاز المفرد فهو الكلمة المستعملة فى غير ما وضعت أولا لعلاقة مع قرينة مانعة عن إرادته

“Adapun majaz mufrad adalah kosa kata yang digunakan pada selain makna dasar karena terdapat alaqah (kesesuaian) dan qarinah (indikator) yang mencegah dari pemakaian makna dasar.”

Dari definisi di atas, dapat kita pahami bahwa yang dinamakan dengan majaz mufrad adalah pemakaian dari sebuah kata yang tidak menggunakan makna dasarnya karena terdapat kesesuaian serta indikator yang mencegahnya.

Adapun yang dimaksudkan dengan alaqah adalah kesesuaian antara makna hakikat dan majaz.

Seperti contohnya kata Asad (أسد) yang bermakna dasar “binatang buas”. Bila pemakaian kata “Asad” tidak bermakna “binatang buas” karena terdapat alaqah dan qarinah (indikator) yang mencegahnya, sehingga bermakna lain, Maka pemakaian kata “Asad” saat itu dinamakan dengan majaz mufrad atau majaz kalimat.

Hal ini tentu berbeda dengan majaz murakkab, yang berupa dari susunan kata. Walaupun keduanya, sama-sama dikatagorikan ke dalam majaz lughawi.

Majaz Isti’arah dan Mursal

Majaz mufrad terbagi dua, yaitu: isti’arah dan mursal. Hal ini berpijak pada bentuk alaqah-nya, yakni musyabahah (terdapat kesamaan antara makna hakikat dan makna majaz) dan ghairu musyabahah (tidak diperdapatkan kesamaan antara makna hakikat dan makna majaz).

Hal ini juga dijelaskan dalam kitab, Tuhfah al-Ikhwan:

فإن كانت علاقته المشابهة فاستعارة وإن كانت غيرها كالسببية والمسببية والمجاورة والكلية والبعضية واعتبار ماكان أو مايؤول إليه ونحوها فمجاز مرسل

“Jika alaqah-nya musyabahah, maka dinamakan dengan isti’arah dan jika alaqah-nya ghairu musyabahah seperti sababiyah, musabbabiyah, mujawarah, kulliah, ba’dhiyah, tinjauan terhadap sesuatu yang telah terjadi, tinjauan terhadap sesuatu yang belum terjadi dan semisalnya, maka dinamakan dengan majaz mursal.”

Dari redaksi di atas, dapat kita pahami bahwa majaz isti’arah adalah majaz mufrad yang alaqah-nya musyabahah. Sedangkan majaz mursal adalah majaz mufrad yang alaqah-nya ghairu musyabahah.

Contoh

Majaz isti’arah

Para ulama sering membuat contoh dari majaz isti’arah dengan:

رَأَيْتُ أَسَدًا فِى الْحَمَّامِ

“Aku telah melihat laki-laki pemberani di dalam kamar mandi.”

Kalimat di atas, terdapat majaz pada kata “Asad”, yang mana makna hakikatnya adalah “binatang buas”, bukan laki-laki pemberani. Maka di saat pemakaian kata “Asad” tidak dengan makna dasarnya, seperti contoh di atas, maka pemakaian tersebut digolongkan kepada majaz, bukan hakikat.

Makna hakikat dari kata “Asad” (binatang buas) terdapat kesamaan dengan makna majaz (laki-laki pemberani), yakni sama-sama memiliki sifat keberanian. Karena itu lah, majaz di atas dinamakan dengan majaz isti’arah, bukan mursal.

Adapun kalimat yang berposisi sebagai qarinah mani’ah-nya (indikator yang mencegah dari pemakian makna dasar) adalah kalimat فى الحمام

Majaz Mursal

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa majaz mursal adalah majaz mufrad yang alaqah-nya tidak diperdapatkan kesesuaian antara makna hakikat dan makna majaz, seperti sababiyah, musabbabiyah, kulliyah dan lain-lain.

Maka, terdapat banyak contoh majaz mursal yang semua itu harus sesuai dengan alaqah-nya masing-masing. Di sini, penulis hanya akan memberikan 2 contoh, yaitu dari alaqah sababiyah dan musabbabiyah.

Dari alaqah sababiyah, contohnya seperti:

رَعَيْنَا الْغَيْثَ

“Kami memelihara tumbuhan hijau.”

Kalimat di atas, terdapat majaz pada kata “Gaits”, yang mana makna hakikatnya adalah “hujan”, bukan tumbuhan hijau. Maka di saat pemakaian kata “Gaits” tidak dengan makna dasarnya, seperti contoh di atas, maka pemakaian tersebut digolongkan kepada majaz, bukan hakikat.

Makna hakikat dari kata “Gaits” (hujan) tidak terdapat kesamaan dengan makna majaz (tumbuhan hijau). Karena itu lah, majaz di atas dinamakan dengan majaz mursal.

Digolongkan kepada alaqah sababiyah, karena hujan merupakan salah satu penyebab dari tumbuhnya tumbuhan hijau.

Adapun kalimat yang berposisi sebagai qarinah mani’ah-nya (indikator yang mencegah dari pemakian makna dasar) adalah kalimat رعينا

 

Wallahu A’lam bi al-Shawab

Semoga bermanfaat...

 

Sumber:

Tuhfah al-Ikhwan serta Syarahnya

Posting Komentar