Jadilah orang pertama yang menerima update artikel terbaru dari kami!!!

Penjelasan Lengkap Amar dan Nahi dalam Ilmu Ushul

Daftar Isi


Penjelasan Lengkap Amar dan Nahi

Amar dan nahi merupakan salah satu dari pembagian kalam. Pembagian ini ditinjau dari sisi madlul yang terkandung dalam sebuah kalimat.

Pembahasan amar dan nahi dalam ilmu ushul ditinjau karena kaitannya dengan dalil yang bersifat ijmali, sebagaimana hal ini telah kita pahami bahwa bagian dari ilmu ushul adalah membicarakan tentang dalil ijlmali.

Di sini penulis akan menjelasakan pengertian amar dan nahi dan juga hal lain yang berkaitan dengannya.

Pengertian Amar

Amar adalah tuntutan secara tegas untuk melakukan perbuatan dalam bentuk ucapan kepada orang yang di bawahnya dengan menggunakan shighat amar (افعل).

Contohnya:

اضْرِبْ زَيْدًا

“Pukul oleh engkau akan si Zaid.”

Dapat dipahami bahwa kata yang dikategorikan kepada amar adalah “اضْرِبْ”. maksudnya, kalimat tersebut menunjukkan makna perintah untuk melakukan pukulan kepada si Zaid.

Shigat Amar

Kalam yang dikategorikan kepada amar harus menggunakan kata dari shigatnya. Yakni, kalam yang terkandung makna perintah atau tuntutan melakukan sesuatu, jika tidak menggunakan shigatnya maka tidak digolongkan kepada amar.

Adapun shigat amar adalah:

1. افعل

2. ليفعل (fi’il mudhari’ yang diawali dengan lam amar)

3. Isim fi’il amar

Adapun dalalah atau makna yang ditunjukkan dalam semua kata amar sangat lah banyak.

Di antaranya adalah: wajib, sunnah, mendidik, memberi petunjuk, mengizinkan, membolehkan, ingin dilakukan, memulyakan, memberi anugrah, manakut-nakuti, memberi peringatan, menghinakan, meremehkan, merubah wujud, menjadikan, melemahkan, menyamai, doa, berkhayal, memberi kabar, memberi nikmat, menyerahkan, terheran-heran, mendustakan, musyawarah, mengambil pelajaran dan lain-lain.

Dalalah amar secara mutlaq adalah wajib. Pemakaian amar dengan makna selain wajib seperti yang telah dijelaskan di atas adalah dengan melihat beberapa alaqah (indikator) yang terkandung pada kalimat.

Untuk mengetahui tentang contoh dari setiap makna di atas. Silahkan teman-teman lihat pada pembasan yang panjang lebar dalam berbagai kitab Ushul dan insyaallah akan penulis jelaskan pada postingan selanjutnya.

Pengertian Nahi

Nahi adalah larangan secara tegas untuk melakukan perbuatan dalam bentuk ucapan kepada orang yang di bawahnya dengan menggunakan shighat nahi (لا تفعل).

Contohnya:

لَاتَضْرِبْ زَيْدًا

“Jangan engkau pukul si Zaid.”

Dapat dipahami bahwa kata yang dikategorikan kepada nahi adalah “لَاتَضْرِبْ”. maksudnya, kalimat tersebut menunjukkan makna larangan untuk melakukan memukul si Zaid.

Shigat Nahi

Sebagaimana yang berlaku pada amar, nahi juga harus menggunakan shigat tertentu untuk mengetahui keberadaan nahi karena salah satu perbedaan antara amar dan nahi adalah bentuk lafaznya.

Yakni, jika larangan tidak menggunakan shigat nahi maka ia tidak digolongkan kepada nahi, walaupun ia menunjukkan makna larangan.

Adapun shigatnya adalah: لا تفعل

Secara mutlaq nahi menunjukkan kepada makna tahrim (haram). Pemakaian nahi dengan makna selain tahrim adalah dengan melihat beberapa alaqah (indikator) yang terkandung pada kalimat.

Makna yang ditunjukkan dalam kata nahi sangat lah banyak.

Di antaranya: haram, makruh, irsyad, doa, menjelaskan akibat sesuatu, meremehkan, menganggap sedikit, putus asa.

Dalalah Nahi

Menurut mayoritas ulama Syafi’iyyah, nahi menunjukkan fasid manhi ‘anh (rusak sesuatu yang dilarang), baik itu dalam ibadah ataupun muamalat, baik larangan tersebur bersifat internal maupun eksternal, kecuali eksternal yang tidak melazimi (tetap).

Dalam ibadah, sasaran larangan yang menyebabkan fasid manhi ‘anh sebagai berikut:

1.  Diri ibadah (bentuk ibadah).

Contohnya larangan shalat bagi perempuan yang haid.

2.  Amrun dakhil (faktor internal).

Contohnya larangan merusak salah satu rukun dari beberapa rukun shalat.

3.  Amrun kharij lazim (faktor eksternal yang melazimi).

Contohnya larangan puasa pada hari raya idul adha. Hal ini bukan dari sisi puasanya, namun dari segi penolakan atas suguhan berupa daging kurban pada hari itu.

Dalam muamalat, sasaran larangan yang menyebabkan fasid manhi ‘anh sebagai berikut:

1.  Diri akad (bentuk akad)

Contohnya larangan jual beli dengan cara hashah (kerikil)

2.  Amrun dakhil (faktor internal).

Contohnya larangan jual beli janin dalm perut induknya.

3.  Amrun kharij lazim (faktor eksternal yang melazimi).

Contohnya menjual satu dirham dengan harga dua dirham.

Keberadaan Sifat Ulu dan Isti’la pada Amar dan Nahi

Dalam permasalahan amar,, para ulama berbeda pendapat terhadap persyaratan ulu (علو) dan isti’la (استعلاء).

Ulu adalah sifat mutakklim. Yakni, orang yang memerintah atau menuntut lebih tinggi derajatnya daripada yang dituntut.

Isti’la adalah sifat kalam. Yakni, kalam yang disampaikan oleh mutakallim bernada tinggi walaupun derajatnya lebih rendah daripada orang yang dituntut.

Menurut pendapat jumhur dalam ilmu ushul, tidak mensyaratkan dua sifat tersebur pada amar.

Namun sebagian yang lain mensyaratkan adanya sifat ulu pada amar dan sebagian yang lain mensyaratkan adanya sifat isti’la.

Ketentuan Amar dan Nahi

·   Amar tidak menunjukkan kepada terus menerus, kecuali terdapat dalil lain yang memerintahkan demikian. Berbeda halnya dengan nahi

·   Amar tidak menunjukkan kepada segera untuk dilakukan.

·   Sesuatu yang berkaitan dengan terlaksananya pelaksanaan wajib maka sesuatu tersebut juga wajib

·   Perintah setelah terjadinya larangan menunjukkan kepada ibahah.

 


Sumber:

Lathaif al-Isyarat

Al-Khulashah fi Ushul al-Fiqh

Jam’u al-Jawami’

 

Posting Komentar