Jadilah orang pertama yang menerima update artikel terbaru dari kami!!!

Memahami Maful Bih: Isytighal, Munada, Tahdzir dan Ighra

Daftar Isi

Memahami Maful Bih: Isytighal, Munada, Tahdzir dan Ighra

Maful bih merupakan bagian dari istilah yang terdapat dalam ilmu nahwu, bahkan ia bukan hanya pelengkap dalam sebuah kalimat, namun juga termasuk umdah (keberadaannya merupakan tolak ukur berfaidah atau tidak dari sebuah kalimat) di saat kata yang menjadi amil berbentuk mutaaddi.

Kali ini penulis akan menjelaskan secara lengkap mengenai pengertian maful bih, bagaimana bentuknya dan juga contoh-contohnya.

Pengertian Maful Bih

Maful bih adalah isim yang menjadi sasaran perbuatan (objek). Sebagaimana yang terdapat dalam kitab Mutammimah:

وهو الْإِسْمُ الَّذِيْ يَقَعُ عَلَيْهِ الْفِعْلُ

Contohnya seperti:

ضَرَبْتُ زَيْدًا

“Aku telah memukul si Zaid.”

رَكِبْتُ الْفَرَسَ

“Aku telah menunggang kuda.”

Bentuk Maful Bih

Maful bih terbagi kepada 2 bentuk, yaitu:

1. Isim zhahir

2. Isim dhamir

Isim zhahir sebagaimana contoh sebelumnya.

Adapun contoh isim dhamir di antaranya adalah:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ

“Kepada engkau lah kami menyembah.”

Untuk mengetahui penjelasan lengkap tentang isim dhamir, silahkan baca di Uraian Lengkap Tentang Isim Dhamir

Ketentuan

Secara hukum dasar, maful terletak diakhir setelah amilnya.

Namun terkadang maful bih mendahului fail, adakalanya secara jawaz (boleh-boleh saja) dan adakalanya wajib.

Contohnya sebagai berikut:

Secara jawaz:

ضَرَبَ سَعْدَى مُوْسَى

“Musa telah memukul si Sa’da.”

Secara wajib:

زَانَ الشَّجَرَ نُوْرُهُ

“Bunga telah menghiasi pohonnya.”

Maful bih yang mendahului failnya secara wajib terdapat pada beberapa tempat, di antaranya adalah:

·   Maful berbentuk dhamir muttasil

·   Failnya bersambung dengan dhamir yang kembali kepada maful

·   Fail berbentuk isim yang mahshur (terbatas)

Terkadang maful bih mendahului fiil dan juga failnya, adakalanya secara jawaz (boleh-boleh saja) dan adakalanya wajib.

Contohnya sebagai berikut:

Secara jawaz:

فَرِيْقًا هَدَى

Secara wajib:

أَيَّامًا تَدْعُوْا

Terkadang maful bih disembunyikan amilnya, adakalanya secara jawaz (boleh-boleh saja) dan adakalanya wajib.

Contoh secara jawaz:

قَالوْا خَيْرًا

“Mereka menjawab: Kebaikan.”

Maful bih yang disembunyikan amilnya secara wajib terdapat pada beberapa tempat, di antaranya adalah:

1. Isytighal

2. Munada

3. Manshub ala al-Ikhtishas

4. Manshub ala al-Ighra

5. Mashub bi al-Tahdzir

6. Matsl (pribahasa)

7. Syibh al-Matsl (menyerupai pribahasa)

Berikut penjelasannya.

Isytighal

Hakikat isytighal adalah sebagai berikut:

1. Isim didahulukan dan fiil diletakkan di akhir, yang mana fiil tersebut telah disibukkan dengan beramal pada dhamir isim sebelumnya.

2. Isim didahulukan dan fiil diletakkan di akhir, yang mana fiil tersebut telah disibukkan dengan beramal pada isim yang berkaitan dengan dhamir isim sebelumnya.

3. Isim didahulukan dan wasaf (sifat) diletakkan di akhir, yang mana wasaf tersebut telah disibukkan dengan beramal pada dhamir isim sebelumnya.

4. Isim didahulukan dan wasaf (sifat) diletakkan di akhir, yang mana wasaf tersebut telah disibukkan dengan beramal pada isim yang berkaitan dengan dhamir isim sebelumnya.

Contohnya:

·  زَيْدًا إضْرَبْهُ

·  زَيْدًا ضَرَبْتُ غُلَامَهُ

·  زَيْدًا أَنَا ضَارِبُهُ الْآنَ أوْ غَدًا

·  زَيْدًا أَنَا ضَارِبٌ غُلَامَهُ الْآنَ أوْ غَدًا

Munada

Munada terbagi 5, yaitu:

1. Mufrad alam

2. Nakirah maqshudah

3. Nakirah ghair maqshudah

4. Mudhaf

5. Musyabah bi al-Mudhaf

Mufrad alam adalah munada berbentuk isim alam yang mufrad.

Mufrad yang dimaksudkan di sini adalah selain mudhaf dan musyabbahnya.

Contohnya:

يَا زَيْدُ

“Wahai si Zaid.”

Nakirah maqshudah adalah munada berbentuk isim nakirah yang dimaksud atau tertentu.

Contohnya:

يَا رَجُلُ

“Wahai laki-laki (yang telah dimaksudkan).”

Nakirah ghair maqshudah adalah munada berbentuk isim nakirah yang tidak ditentukan.

Contohnya:

يَا إِنْسَانًا أنْقِذْنِيْ

“Wahai seorang manusia (tidak tertentu), tolonglah aku.”

Mudhaf adalah kalimat yang berbentuk tarkib idhafi (susunan idhafah yang terdiri dari mudhaf dan mudhaf ilaih)

Contohnya:

يَا عَبْدَ اللّه

“Wahai hamba Allah.”

Musyabbah bi al-Mudhaf adalah sesuatu yang tidak sempurna maknanya kecuali digabungkan dengan kata yang lain.

Contohnya:

يَا حَسَنًا وَجْهُهُ

“Wahai orang yang tampan wajahnya.”

I’rab Munada

Mufrad alam dan nakirah maqshudah dimabnikan atas harakat yang dirafa’kan pada ketika i’rab.

Kesimpulannya sebagai berikut:

1. Mabni atas dhammah bila berbentuk mufrad, jamak taksir, jamak muannas salim dan tarkib mazji

2. Mabni atas alif bila berbentuk tasniyah

3. Mabni atas waw bila berbentuk jamak muzakkar salim

Adapun nakirah ghair al-Maqshudah, mudhaf dan musyabbah bi al-Mudhaf hukumnya dinashabkan.

Seandainya munada diidhafahkan kepada ya mutakallim maka boleh dibaca dengan 6 bacaan:

1. Ya mutakallim dibuang dan cukup dengan harakat kasrah.

Seperti: يَاعِبَادِ

2. Ya mutakallim tidak dibuang dan tetap dalam keadaan sukun.

Seperti: يَاعِبَادِيْ

3. Ya mutakallim tidak dibuang dan menetapkan harakat fatah.

Seperti: يَاعِبَادِيَ

4. Harakat kasrah diganti menjadi fatah dan ya mutakallim diganti menjadi alif.

Seperti: يَاعِبَادَا

5. Ya mutakallim dibuang dan harakat kasrah diganti menjadi fatah.

Seperti: يَاعِبَادَ

6. Ya mutakallim dibuang dan harakat kasrah diganti menjadi dhammah.

Seperti: يَاعِبَادُ

Jika seandainya munada yang diidhafahkan kepada ya mutakallim adalah kata abun (أب) atau ummun (أم) maka terdapat 4 bacaan, yaitu:

1. Menggantikan ya mutakallim dengan ta yang dikasrahkan (qiraah sab’ah selain Ibnu Amir).

Seperti: يا أَبَتِ

2. Menggantikan ya mutakallim dengan ta yang difatahkan (qiraah Ibnu Amir).

Seperti: يا أَبَتَ

3. Menggantikan ya mutakallim dengan ta yang difatahkan dan dengan menggunakan alif (bacaan syadz).

Seperti: يا أَبَتَا

4. Menetapkan ya mutakallim yang diawali dengan kasrah.

Seperti: يا أَبَتِيْ

Seandainya munada mudhaf kepada kata yang diidhafahkan kepada ya mutakallim maka hanya dibolehkan dengan bacaan menetapkan ya berbaris fatah atau sukun, kecuali kata berikut:

ابن عمّ ابن أمّ

Maka dibolehkan 4 bacaan, yaitu:

1. Membuang ya dan mengkasrah mim

Seperti: ابن عمِّ

2. Membuang ya dan menfatah mim

Seperti: ابن عمَّ

3. Menetapkan ya

Seperti: ابن عمِّيْ

4. Menggantikan ya dengan alif

Seperti: ابن عمَّا

Manshub ala al-Ikhtishas

Manshub ala al-Ikhtishas adalah kata yang dinashabkan dengan amil أخصّ yang ditakdirkan setelah dhamir mutakallim wahdah dan ma’a al-Ghair.

Hal ini bertujuan untuk mengistimewakan (mengkhususkan) sesuatu.

Contohnya seperti:

نحن معاشرَالْأنبياء لانورث

Manshub ala al-Ighra

Manshub ala al-Ighra adalah kata yang dinashabkan dengan amil إلزم yang ditakdirkan.

Hal ini bertujuan untuk memberitahu mukhathab (lawan bicara) terhadap perkara yang terpuji agar dikerjakan.

Contohnya seperti:

الصّلاةَ الصّلاةَ

Mashub bi al-Tahdzir

Manshub ala al-Tahdzir adalah kata yang dinashabkan dengan amil إتّق yang ditakdirkan.

Hal ini bertujuan untuk memberitahu mukhathab (lawan bicara) terhadap perkara yang buruk agar menjauh.

Contohnya seperti:

الأسدَ الأسدَ

Matsl (pribahasa)

Mitsl adalah pribahasa yang baku dengan membuang amil. Yakni tidak bisa diubah dari keadaan aslinya (tetap manshub).

Contohnya seperti:

الْكِلابَ على البقر أي أرسل

Syibh al-Matsl

Syibh al-Mitsl adalah kalimat yang menyerupai pribahasa pada pemakaian dengan membuang amil karena sering digunakan dalam keadaan tersebut seolah-olah ia merupakan pribahasa.

Contohnya seperti:

أهلًا و سهلًا و مرحبًا

 

Wallahu A’lam bi al-Shawab...

Semoga bermanfaat...

 

 

Sumber: Kawakib al-Durriyah

 

 

Posting Komentar