Memahami Maful Bih: Isytighal, Munada, Tahdzir dan Ighra
Memahami Maful Bih: Isytighal, Munada, Tahdzir dan Ighra
Maful bih merupakan bagian dari istilah yang
terdapat dalam ilmu nahwu, bahkan ia bukan hanya pelengkap dalam sebuah
kalimat, namun juga termasuk umdah (keberadaannya merupakan tolak ukur
berfaidah atau tidak dari sebuah kalimat) di saat kata yang menjadi amil
berbentuk mutaaddi.
Kali ini penulis akan menjelaskan secara
lengkap mengenai pengertian maful bih, bagaimana bentuknya dan juga
contoh-contohnya.
Pengertian Maful Bih
Maful bih adalah isim yang menjadi sasaran
perbuatan (objek). Sebagaimana yang terdapat dalam kitab Mutammimah:
وهو الْإِسْمُ الَّذِيْ يَقَعُ عَلَيْهِ
الْفِعْلُ
Contohnya seperti:
ضَرَبْتُ زَيْدًا
“Aku telah memukul si Zaid.”
رَكِبْتُ الْفَرَسَ
“Aku telah menunggang kuda.”
Bentuk Maful Bih
Maful bih terbagi kepada 2 bentuk, yaitu:
1. Isim zhahir
2. Isim dhamir
Isim zhahir sebagaimana contoh sebelumnya.
Adapun contoh isim dhamir di antaranya adalah:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ
“Kepada engkau lah kami menyembah.”
Untuk mengetahui penjelasan lengkap tentang
isim dhamir, silahkan baca di Uraian Lengkap Tentang Isim Dhamir
Ketentuan
Secara hukum dasar, maful terletak diakhir
setelah amilnya.
Namun terkadang maful bih mendahului fail,
adakalanya secara jawaz (boleh-boleh saja) dan adakalanya wajib.
Contohnya sebagai berikut:
Secara jawaz:
ضَرَبَ سَعْدَى مُوْسَى
“Musa telah memukul si Sa’da.”
Secara wajib:
زَانَ الشَّجَرَ نُوْرُهُ
“Bunga telah menghiasi pohonnya.”
Maful bih yang mendahului failnya secara wajib
terdapat pada beberapa tempat, di antaranya adalah:
· Maful berbentuk dhamir muttasil
· Failnya bersambung dengan dhamir yang kembali
kepada maful
· Fail berbentuk isim yang mahshur (terbatas)
Terkadang maful bih mendahului fiil dan juga
failnya, adakalanya secara jawaz (boleh-boleh saja) dan adakalanya wajib.
Contohnya sebagai berikut:
Secara jawaz:
فَرِيْقًا هَدَى
Secara wajib:
أَيَّامًا تَدْعُوْا
Terkadang maful bih disembunyikan amilnya,
adakalanya secara jawaz (boleh-boleh saja) dan adakalanya wajib.
Contoh secara jawaz:
قَالوْا خَيْرًا
“Mereka menjawab: Kebaikan.”
Maful bih yang disembunyikan amilnya secara
wajib terdapat pada beberapa tempat, di antaranya adalah:
1. Isytighal
2. Munada
3. Manshub ala
al-Ikhtishas
4. Manshub ala
al-Ighra
5. Mashub bi
al-Tahdzir
6. Matsl (pribahasa)
7. Syibh al-Matsl
(menyerupai pribahasa)
Berikut penjelasannya.
Isytighal
Hakikat isytighal adalah sebagai berikut:
1. Isim
didahulukan dan fiil diletakkan di akhir, yang mana fiil tersebut telah
disibukkan dengan beramal pada dhamir isim sebelumnya.
2. Isim
didahulukan dan fiil diletakkan di akhir, yang mana fiil tersebut telah
disibukkan dengan beramal pada isim yang berkaitan dengan dhamir isim sebelumnya.
3. Isim
didahulukan dan wasaf (sifat) diletakkan di akhir, yang mana wasaf tersebut
telah disibukkan dengan beramal pada dhamir isim sebelumnya.
4. Isim
didahulukan dan wasaf (sifat) diletakkan di akhir, yang mana wasaf tersebut
telah disibukkan dengan beramal pada isim yang berkaitan dengan dhamir isim sebelumnya.
Contohnya:
· زَيْدًا
إضْرَبْهُ
· زَيْدًا ضَرَبْتُ
غُلَامَهُ
· زَيْدًا أَنَا
ضَارِبُهُ الْآنَ أوْ غَدًا
· زَيْدًا أَنَا
ضَارِبٌ غُلَامَهُ الْآنَ أوْ غَدًا
Munada
Munada terbagi 5, yaitu:
1. Mufrad alam
2. Nakirah maqshudah
3. Nakirah ghair
maqshudah
4. Mudhaf
5. Musyabah bi
al-Mudhaf
Mufrad alam adalah munada berbentuk isim alam
yang mufrad.
Mufrad yang dimaksudkan di sini adalah selain
mudhaf dan musyabbahnya.
Contohnya:
يَا زَيْدُ
“Wahai si Zaid.”
Nakirah maqshudah adalah munada berbentuk isim
nakirah yang dimaksud atau tertentu.
Contohnya:
يَا رَجُلُ
“Wahai laki-laki (yang telah dimaksudkan).”
Nakirah ghair maqshudah adalah munada berbentuk
isim nakirah yang tidak ditentukan.
Contohnya:
يَا إِنْسَانًا أنْقِذْنِيْ
“Wahai seorang manusia (tidak tertentu),
tolonglah aku.”
Mudhaf adalah kalimat yang berbentuk tarkib
idhafi (susunan idhafah yang terdiri dari mudhaf dan mudhaf ilaih)
Contohnya:
يَا عَبْدَ اللّه
“Wahai hamba Allah.”
Musyabbah bi al-Mudhaf adalah sesuatu yang
tidak sempurna maknanya kecuali digabungkan dengan kata yang lain.
Contohnya:
يَا حَسَنًا وَجْهُهُ
“Wahai orang yang tampan wajahnya.”
I’rab Munada
Mufrad alam dan nakirah maqshudah dimabnikan atas
harakat yang dirafa’kan pada ketika i’rab.
Kesimpulannya sebagai berikut:
1. Mabni atas
dhammah bila berbentuk mufrad, jamak taksir, jamak muannas salim dan tarkib
mazji
2. Mabni atas alif
bila berbentuk tasniyah
3. Mabni atas waw
bila berbentuk jamak muzakkar salim
Adapun nakirah ghair al-Maqshudah, mudhaf dan
musyabbah bi al-Mudhaf hukumnya dinashabkan.
Seandainya munada diidhafahkan kepada ya
mutakallim maka boleh dibaca dengan 6 bacaan:
1. Ya mutakallim
dibuang dan cukup dengan harakat kasrah.
Seperti: يَاعِبَادِ
2. Ya mutakallim tidak
dibuang dan tetap dalam keadaan sukun.
Seperti: يَاعِبَادِيْ
3. Ya mutakallim tidak
dibuang dan menetapkan harakat fatah.
Seperti: يَاعِبَادِيَ
4. Harakat kasrah
diganti menjadi fatah dan ya mutakallim diganti menjadi alif.
Seperti: يَاعِبَادَا
5. Ya mutakallim dibuang
dan harakat kasrah diganti menjadi fatah.
Seperti: يَاعِبَادَ
6. Ya mutakallim dibuang
dan harakat kasrah diganti menjadi dhammah.
Seperti: يَاعِبَادُ
Jika seandainya munada yang diidhafahkan
kepada ya mutakallim adalah kata abun (أب) atau
ummun (أم)
maka terdapat 4 bacaan, yaitu:
1. Menggantikan ya
mutakallim dengan ta yang dikasrahkan (qiraah sab’ah selain Ibnu Amir).
Seperti: يا أَبَتِ
2. Menggantikan ya
mutakallim dengan ta yang difatahkan (qiraah Ibnu Amir).
Seperti: يا أَبَتَ
3. Menggantikan ya
mutakallim dengan ta yang difatahkan dan dengan menggunakan alif (bacaan syadz).
Seperti: يا أَبَتَا
4. Menetapkan ya
mutakallim yang diawali dengan kasrah.
Seperti: يا أَبَتِيْ
Seandainya munada mudhaf kepada kata yang
diidhafahkan kepada ya mutakallim maka hanya dibolehkan dengan bacaan menetapkan
ya berbaris fatah atau sukun, kecuali kata berikut:
ابن عمّ – ابن
أمّ
Maka dibolehkan 4 bacaan, yaitu:
1. Membuang ya dan
mengkasrah mim
Seperti: ابن عمِّ
2. Membuang ya dan
menfatah mim
Seperti: ابن عمَّ
3. Menetapkan ya
Seperti: ابن عمِّيْ
4. Menggantikan ya
dengan alif
Seperti: ابن عمَّا
Manshub ala al-Ikhtishas
Manshub ala al-Ikhtishas adalah kata yang
dinashabkan dengan amil أخصّ yang ditakdirkan setelah dhamir mutakallim wahdah
dan ma’a al-Ghair.
Hal ini bertujuan untuk mengistimewakan (mengkhususkan)
sesuatu.
Contohnya seperti:
نحن معاشرَالْأنبياء لانورث
Manshub ala al-Ighra
Manshub ala al-Ighra adalah kata yang
dinashabkan dengan amil إلزم yang ditakdirkan.
Hal ini bertujuan untuk memberitahu mukhathab (lawan
bicara) terhadap perkara yang terpuji agar dikerjakan.
Contohnya seperti:
الصّلاةَ الصّلاةَ
Mashub bi al-Tahdzir
Manshub ala al-Tahdzir adalah kata yang
dinashabkan dengan amil إتّق yang ditakdirkan.
Hal ini bertujuan untuk memberitahu mukhathab (lawan
bicara) terhadap perkara yang buruk agar menjauh.
Contohnya seperti:
الأسدَ الأسدَ
Matsl (pribahasa)
Mitsl adalah pribahasa yang baku dengan membuang
amil. Yakni tidak bisa diubah dari keadaan aslinya (tetap manshub).
Contohnya seperti:
الْكِلابَ على البقر أي أرسل
Syibh al-Matsl
Syibh al-Mitsl adalah kalimat yang menyerupai
pribahasa pada pemakaian dengan membuang amil karena sering digunakan dalam
keadaan tersebut seolah-olah ia merupakan pribahasa.
Contohnya seperti:
أهلًا و سهلًا و مرحبًا
Wallahu A’lam bi al-Shawab...
Semoga bermanfaat...
Posting Komentar