Kisah Ketaatan Istri Yang Membawa Berkah
![]() |
Kisah Ketaatan Istri Yang Membawa Berkah |
Mendapatkan istri shalihah merupakan dambaan setiap suami. Suami juga merasa sangat beruntung apabila mendapatkan pendamping hidup yang baik hati dan taat. Suami istri yang bernaung dalam payung keridhaan Allah pasti akan mendapatkan berkah dan ketentraman dalam hidup.
Namun, bagaimana kalau dihadapkan pada persoalan yang penuh dilema antara memilih amanah suami atau kepentingan keluarga pribadi yang bisa berakibat sangat fatal bagi seorang istri?
Mungkin kisah ini bisa menjadi jawaban terhadap dilema di atas.
Pada masa Rasulullah SAW, ada seorang wanita shalihah yang sangat patuh dan taat kepada suaminya. Pada suatu hari sang suami mendapatkan panggilan untuk berperang di jalan Allah untuk memperjuangkan dan menjunjung tinggi agama islam yang haq.
Suami lantas berpamitan kepada istrinya seraya berkata:
“Duhai istriku tercinta, aku ingin berangkat menuju medan jihad, aku berpesan kepadamu janganlah kamu keluar dari rumah ini atau pun kemana saja sebelum aku tiba kembali pulang ke rumah”.
Setelah meniggalkan sepucuk pesan singkat, sang suami bergegas meninggalkan rumah untuk berjihad di medan perang.
Di luar perkiraan ternyata suami berjihad dalam jangka waktu yang cukup lama. Hari demi hari berlalu, datanglah seorang utusan kepada sang istri. Utusan itu mengabarkan tentang kondisi yang sedang dialami oleh ibunya yang tengah sakit-sakitan cukup parah. Utusan itu lantas menyuruh istri untuk segera pulang ke rumah agar menjenguk ibunya yang sedang sakit.
Namun utusan tadi sontak kaget dan terkejut dengan jawaban si istri. Dia berkata: “Maafkanlah aku, bukannya aku bermaksud untuk tidak mau menjenguk ibu, tetapi aku tidak mendapatkan izin dari suami untuk keluar rumah sebelum ia pulang dari jihad, sampaikanlah salam dan permintaan maafku kepada ibuku”.
Setelah mendengar alasan tidak bisa pulang istri tadi maka kemudian pulanglah utusan dari ibunya.
Setelah sekian lama menunggu sang suami belum juga pulang dari medan jihad. Pada keesokan harinya datanglah kembali seorang utusan kepada si istri, kali ini ia datang dengan membawa berita duka bahwa ibu dari si istri tersebut telah meninggal dunia.
Mendengar berita duka dari utusan tadi membuat si istri kaget, merasa bersalah, sangat sedih dan bercucuran air mata. Bagaimana tidak ibunya adalah orang yang begitu sangat ia cintai, namun di saat masa kritispun ia tidak bisa merawat apalagi menjenguk ibunya sendiri.
Utusan tersebut ikut juga bersedih dan sedikit memberi saran untuk bisa mengobati sedikit duka yang sedang dirasakan. Kemudian dia berkata kepada si istri:
“Saat ini ibu telah meninggal dunia, pulanglah dan datangilah ibumu untuk memberi penghormatan terakhir dari seorang anak sebelum dimakamkan”. Namun si istri sangat dilema menghadapi situasi ini dan hanya bisa menangis sedih sembari berkata:
“Bukannya aku tak menyayangi ibu, tetapi aku sedang menjaga amanah dari suamiku agar aku tidak keluar rumah dan kemana-mana sebelum ia kembali pulang ke rumah dan mengizinkanku”.
Mendengar keluhan istri tadi membuat utusan itu sangat kesal, Bagaimana tidak saat ibunya sakit hingga wafat ia tega tak mau menjenguk apalagi merawat padahal ibunya sendiri.
Melihat perilaku yang kurang etis dan durhaka si istri itu, sang utusan segera melaporkan kejadian tersebut kepada Rasulullah. Ia berkata:
“Ya Rasulullah, wanita itu sungguh sangat keterlaluan, sejak ibunya sakit-sakitan hingga wafat, ia sama sekali tidak mau pulang dan datang untuk menjenguk ibundanya sendiri”.
Rasulullah lantas bertanya kepada utusan tersebut. “apa penyebab dia tidak mau datang menjenguk ibunya?”
Utusan menjawab: “wanita itu beralasan bahwa dia tidak mendapatkan izin keluar rumah sebelum suaminya kembali pulang dari medan jihad”.
Reaksi yang ditampilkan oleh Rasulullah SAW bukannya murka, Rasulullah malah menjawab: “Dosa-dosa ibunda si istri itu telah diampuni oleh Allah SWT karena ia memiliki seorang anak yang sangat taat dan patuh kepada suaminya”.
Dari kisah di atas kita dapat memahami beberapa pesan yang terkandung mengenai hak-hak dan batasan suami istri. Kepentingan dan hak suami harus lebih didahulukan dan diutamakan dibandingkan keperluan pribadi seorang istri. Justru dengan taat suami mampu membawa berkah kepada keluarga.
Wallahu A’lamu bishawab.
Sumber: Kitab Uqudulijain
Posting Komentar