Pembahasan Lengkap Tentang Fa’il dan Naib Fa’il
Pembahasan Lengkap Tentang Fa’il dan Naib Fa’il
Susunan kata baik dalam bahasa arab ataupun bahasa lain,
terdapat kata yang menjadi predikat dan juga objek. Dalam ilmu nahwu, kata yang
menjadi predikat dinamakan dengan fa’il, sedangkan kata yang menjadi objek dinamakan
maf’ul.
Ketika mempelajari ilmu nahwu, kita akan menemukan yang
namanya naib fa’il. Apabila diperhatikan, naib fa’il ini adalah kata yang
menjadi objek. Namun ilmu nahwu memberlakukannya dengan hukum predikat (fa’il)
walaupun pada kejadian ia merupakan objek.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang fa’il dan naib fa’il,
mari kita perhatikan penjelasan berikut.
Fa’il
Dalam ilmu nahu fa’il adalah isim marfu’ yang didahului
(disebutkan) fi’ilnya atau kata yang ditakwilkan kepada fi’il (isim yang
beramal seperti amal fi’il).
Fa’il terbagi 2, yaitu:
1. Zhahir,
contohnya جَاءَ رَجُلٌ
2. Mudhmar,
contohnya ضَرَبْتُ
Untuk mengetahui penjelasan mudhmar/dhamir silahkan baca
di sini Penjelasan Lengkap Tentang Isim Dhamir
Ketentuan Fa’il
· Fa’il tidak boleh dibuang karena ia merupakan umdah
(memiliki peran penting) dalam sebuah kalimat.
· Tidak boleh mendahului fi’il. Jika
diperdapatkan fa’il yang mendahului fi’ilnya maka wajib mentakdirkan fi’ilnya
berbetuk dhamir mustatir dan kata tersebut dijadikan mubtada atau fa’il
daripada fi’il yang dibuang.
· Fi’il tetap berbentuk mufrad walaupun diiringi
oleh fa’il yang berbentuk tastniyah dan jamak menurut yang lebih fashih.
· Wajib meletakkan tanda muannas jika fa’ilnya
berbentuk muannas. Namun dibolehkan untuk tidak meletakkannya pada ta`nis
majazi dan juga jamak taksir.
· Secara hukum dasar, fa’il disebutkan setelah
fi’ilnya dan diiringi dengan maf’ul. Namun terkadang maf’ul disebutkan sebelum
fa’il, adakala jawaz dan adakala wajib.
Naib Fa’il
Naib fa’il adalah isim marfu’ yang tidak disebutkan fa’il
bersamanya dan ia bertempat pada posisinya (posisi fa’il).
Naib fa’il terbagi 2, yaitu:
1. Zhahir,
contohnya نُصِرَ زَيْدٌ
2. Mudhmar,
contohnya ضُرِبْتُ
Ketentuan Naib Fa’il
· Naib fa’il tidak boleh dibuang karena ia
merupakan umdah (memiliki peran penting) dalam sebuah kalimat.
· Tidak boleh mandahului fi’ilnya.
· Wajib meletakkan tanda muannas pada fi’ilnya
apabila ia berbentuk muannas.
· Wajib untuk tidak meletakkan tanda tasniyah
dan jamak walaupun ia berbentuk tasniyah atau jamak.
· Jika fi’ilnya berbentuk madhi maka ketentuannya
sebagai berikut:
- Wajib didhammahkan huruf awal dan dikasrahkan
huruf sebelum akhir jika madhinya terdiri dari tiga huruf dan tidak terdapat huruf illat.
- Apabila madhinya diawali oleh ta za`idah
(tambahan) maka didhammahkan huruf awal dan huruf yang kedua.
- Jika madhinya diawali oleh hamzah washal maka
didhammahkan huruf awal dan huruf yang ketiga.
- Apabila madhinya berbentuk mu’tal ain maka hukumnya terdapat 3 bahasa:
Pertama, dikasrahkan fa fi’ilnya, lalu huruf ain fi’il diganti dengan ya (ي).
Kedua, isymam (mencampurkan kasrah dengan sesuatu dari pada suara dhammah) kasrah kepada dhammah.
Ketiga, didhammahkan fa fi’ilnya, lalu huruf
ain fi’il diganti dengan waw (و).
· Jika fi’ilnya berbentuk mudhari’ maka wajib
didhammahkan huruf awal dan difatahkan huruf sebelum akhir.
Posting Komentar