Mengenal Ilmu Tajwid, Tujuan dan Hukum Mempelajarinya
Mengenal Ilmu Tajwid, Tujuan dan Hukum Mempelajarinya
Siapa yang tidak mengenal Al-Alquran? kitab suci yang
diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril. Al-Alquran
merupakan mukjizat yang paling besar dengan tingkat kesastraannya yang tinggi.
Di samping itu, ia juga menjadi sumber utama bagi para
mujtahid untuk menjadikan dalil sebagai pijakan hukum. Tentunya yang istimewa
dari Al-Quran ini adalah akan bernilai ibadah apabila dibaca meskipun tidak
mengetahui maknanya.
Sebagaimana yang telah kita ketahui, beramal atau
beribadah tanpa didasari dengan ilmu, ibadah yang dilakukan itu sia-sia dan
tidak diberikan balasan atas apa yang telah dilakukan.
Nah, teman-teman, membaca Al-Quran juga harus didasari
dengan ilmu. Sama halnya dengan ibadah-ibadah yang lain.
Lalu, ilmu apa yang dibutuhkan dalam membaca Al-Quran? Di
sini lah letak perannya ilmu tajwid. Oleh karena itu, penulis akan
meperkenalkan kepada teman-teman tentang apa itu tajwid, tujuan dan apa hukum
mempelajarinya.
Definisi Ilmu Tajwid dan Tujuan Mempelajarinya
Untuk mengenal apa itu ilmu tajwid, kita harus
memperhatikan apa definisi ilmu tajwid itu sendiri. Karena definisi akan memberikan
gambaran kepada kita tentang persoalan apa saja yang akan dipelajari dan juga
sejauh mana manfaat yang akan kita dapatkan.
Dalam kitab Hidayah al-Mustafid karya Syeikh Muhammad
al-Mahmud, tajwid diartikan dengan:
التجويد لغة الإتيان بالجيّد واصطلاحا علم يعرف به إعطاء كل حرف حقه ومستحقه
من الصفات والمدود وغير ذلك كالترقيق والتفخيم ونحوهما
Artinya: “Tajwid secara bahasa diartikan dengan
mendatangkan kebaikan dan secara istilah tajwid adalah ilmu untuk mengenal
sifat-sifat huruf, makhraj, mad dan lain-lain seperti tarqiq (dibaca
tipis), tafkhim (dibaca tebal) dan semisalnya”.
Dengan definisi ini, sudah memberikan gambaran kepada
kita bahwa ilmu tajwid mengajarkan tentang bagaimana cara menyebutkan huruf
dengan benar, panjang pendeknya dan lain-lainnya.
Yakni, dengan ilmu ini kita akan mengetahui bagaimana
cara membaca Al-Quran dengan baik dan benar. Hal ini sesuai dengan tujuan
mempelajarinya, sebagaimana lanjutan pembahasan kitab Hidayah al-Mustafid.
غايته بلوغ النهاية فى إتقان لفظ القرآن على ماتلقي من الحضرة النبوية الأفصحية
وقيل غايته صون اللسان عن الخطأ فى كتاب الله
Artinya: “tujuan mempelajarinya adalah pencapaian akhir
dalam menguasai redaksi Al-Quran sesuai dengan aturan yang datang dari Nabi
yang paling fasih. Dan pendapat lain mengatakan, tujuannya adalah menjaga lidah
dari kesalahan dalam membaca Al-Quran”.
Ini sangat jelas memberikan pengertian kepada kita bahwa
dengan mempelajari ilmu tajwid, kita akan bisa membaca Al-Quran dengan benar sehingga
bacaan tersebut menjadi sebuah ibadah.
Hukum Mempelajari Ilmu Tajwid
Kemudian apa hukum mempelajari ilmu tajwid ini? Untuk
mengetahuinya, mari kita perhatikan kembali penjelasan dari kitab Hidayah
al-Mustafid.
التجويد لاخلاف فى أنه فرض كفاية والعمل به فرض عين على كل مسلم ومسلمة من
المكلفين
Artinya: “tidak terjadi khilaf bahwa mempelajari ilmu
tajwid adalah fardhu kifayah, sedangkan mengamalkannya merupakan fardhu ain
bagi setiap muslim yang mukallaf, baik laki-laki maupun perempuan”.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa fardu kifayah
adalah kewajiban yang dibebankan bagi setiap muslim, namun bisa terlepas
apabila dilakukan oleh satu orang saja, seperti shalat jenazah dan semisalnya.
Sedangkan fardhu ain adalah kewajiban yang dibebankan
bagi setiap muslim yang sifatnya perindividu. Yakni, kewajiban itu harus
dilakukan oleh setiap orangnya seperti shalat lima waktu, puasa Ramadhan dan
semisalnya.
Uraian di atas menjelaskan bahwa hukum mempelajari tajwid
adalah fardhu kifayah. Artinya, apabila di sebuah daerah ada satu orang saja
yang mempelajarinya, kewajiban dari daerah tersebut sudah terlepas.
Berbeda halnya dengan hukum mengamalkannya, yakni fardhu
ain. Dapat kita pahami dari penetapan hukum ini bahwa apabila seseorang membaca
Al-Quran tanpa didasari ilmu tajwid, hukumnya berdosa.
Di sinilah pentingnya ilmu yang dapat menentukan kualitas
amalan seseorang bukan kuantitasnya. Maka orang yang berilmu itu sangat jauh
perbedaannya dengan orang yang tidak berilmu.
Terlepas dari sah atau tidaknya amalan, orang yang tak
berilmu bisa berdosa dengan amalannya, bukannya mendapat pahala, malah dosa
yang menimpanya. Na’udzubillah min dzalik.....
Semoga kita selalu diberikan taufiq dan hidayah oleh
Allah agar kita bisa menjadi hambanya yang beriman, hamba yang sejati,
mendapatkan ridha darinya sehingga kita bisa mendapatkan kebahagiaan, baik di
dunia maupun diakhirat.. Aamiin....
Posting Komentar