Jadilah orang pertama yang menerima update artikel terbaru dari kami!!!

Kaidah Kedua al-Yaqinu la Yuzalu bi al-Syakki

Daftar Isi

Kaidah al-Yaqinu la Yuzalu bi al-Syakki

Manusia pada dasarnya tidak bisa terlepas hidupnya dari beragam perasaan. Seperti persaan sedih, bahagia, menyesal dan lain-lain begitu juga dengan rasa yakin dan ragu-ragu.

Kaidah yang kedua ini menegaskan bahwa hukum yang sudah dilandasi oleh keyakinan maka tidak dapat dipengaruhi oleh keraguan yang muncul belakangan.

Landasan Dalil Kaidah

1. Al-Quran

Pondasi lahirnya kaidah ini berdasarkan firman Allah dalam surat Yunus ayat 36 yang berbunyi:

وَمَا يَتَّبِعُ أَكۡثَرُهُمۡ إِلَّا ظَنًّاۚ إِنَّ ٱلظَّنَّ لَا يُغۡنِي مِنَ ٱلۡحَقِّ شَيۡ‍ًٔاۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمُۢ بِمَا يَفۡعَلُونَ

Artinya: “Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.”

2. Hadis

Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda:

اذا وجد احدكم فى بطنه شيئا فأشكل عليه أخرج منه شيئ ام لا فلا يخرجن من المسجد ختى يسمع صوتا او يجد ريحان.

Artinya: “apabila seseorang dari kalian merasakan sesuatu dalam perutnya, kemudia membuat ia ragu dan gelisah apakah telah keluar sesuatu atau tidak maka janganlah kalian keluar dari mesjid sehingga mendengar suara atau mencium baunya.” (H.R. Imam Muslim).

Dan banyak terdapat hadis-hadis lain yang menunjuki makna serupa yang mengindikasikan timbulnya keraguan seperti hadis tentang ragu-ragu dalam rakaat shalat, keluar angin waktu shalat dan lain-lain.

Kaidah kedua ini juga masuk dalam semua bab-bab fikih. Permasalahan-permasalahan yang dikeluarkan dari kaidah ini mencapai lebih dari seperempat fikih.

Pengertian Yakin dan Ragu-Ragu

1. Definisi Yakin

Yakin secara bahasa adalah sebagai sebuah ketetapan hati (thuma’ninah al-qalb) atas suatu kenyataan atau realitas tertentu.

Menurut Imam Ghazali yakin adalah kemantapan hati untuk membenarkan sebuah objek hukum di mana hati juga mampu memastikan bahwa kemantapan itu adalah hal yang benar.

Sedangkan makna yakin dalam konteks kaidah ini mempunyai makna yang lebih umum dan lebih luas dari definisi yakin secara bahasa. Sebab yakin di sini juga termasuk zhan atau praduga kuat, yang mana belum mencapai derajat yakin.

2. Definisi Syak (Ragu-Ragu)

Syak secara bahasa artinya keraguan atau kebimbangan. Menurut ahli fikih syak adalah  keraguan akan terjadinya sesuatu atau tidak terjadi. Sedangkan menurut ulama ushul fikih syak adalah keseimbangan hati dalam menyikapi sesuatu.

Dalam pengertian ahli ushul fikih di atas dapat diapahami bahwa syak itu hati kita tidak cenderung kepada salah satu dari dua kemungkinan yang ada.

Secara lebih sistematis, ulama memilah kondisi hati kepada lima pembagian yaitu:

1.  Yakin, yaitu keteguhan hati yang bersandar pada dalil yang pasti

2.  I’tiqad, yaitu keteguhan hati yang tidak bersandar pada dalil yang pasti

3.  Zhan, yaitu asumsi hati pada dua hal yang berbeda, di mana salah satunya lebih kuat

4.  Syak, yaitu prasangka terhadap dua hal tanpa mengunggulkan salah satu dari pada keduanya

5.  Wahm, yaitu kemungkinan yang lebih lemah dari duakemungkinan yang diasumsikan

Kaidah-kaidah yang masuk di bawah kaidah kubra yang kedua

Kaidah Pertama

الْأَصْلُ بَقَاءُ مَاكَانَ عَلَى مَاكَانَ

“hukum asal adalah ketetapan yang telah dimiliki sebelumnya.”

Kaidah Kedua

الْأَصْلُ بَرَاءَةُ الذِّمَّةِ

“hukum asal adalah terlepas dari tanggungan”

Kaidah Ketiga

مَنْ شَكَّ هَلْ فَعَلَ شَيْئًا أَوْ لَا فَالْأَصْلُ أَنَّهُ لَمْ يَفْعَلْهُ

“siapa saja yang ragu apakah telah melakukan sesuatu atau tidak maka pada asal ia belum mengerjakannya”

Kaidah Keempat

الْأَصْلُ الْعَدَمُ

“hukum asal pada hak adalah tiada lazim bagi sesuatu bagi orang lain”

Kaidah Kelima

الْأَصْلُ فِى كُلِّ حَادِثٍ تَقْدِيْرُهُ بِأَقْرَبِ الزَّمَانِ

“hukum asal pada setiap kejadian adalah ditakdirkan pada waktu yang terdekat dengannya”

Kaidah Keenam

الْأَصْلُ فِى الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ

“hukum asal segala sesuatu adalah boleh”

Kaidah Ketujuh

الْأَصْلُ فِى الْإِبْضَاعِ التَّحْرِيْمُ

“hukum asal farji adalah haram”

Kaidah Kedelapan

الْأَصْلُ فِى الْكَلَامِ الْحَقِيْقَةُ

“hukum asal pada perkataan adalah makna hakikat”

 

 

Sumber:

  • Idhah al-Qawa’id
  • Formulasi Fiqh

Posting Komentar