Kaidah Kedua al-Yaqinu la Yuzalu bi al-Syakki
Kaidah al-Yaqinu la Yuzalu bi al-Syakki
Manusia pada dasarnya tidak bisa terlepas hidupnya dari beragam
perasaan. Seperti persaan sedih, bahagia, menyesal dan lain-lain begitu juga
dengan rasa yakin dan ragu-ragu.
Kaidah yang kedua ini menegaskan bahwa hukum yang sudah dilandasi oleh
keyakinan maka tidak dapat dipengaruhi oleh keraguan yang muncul belakangan.
Landasan Dalil Kaidah
1. Al-Quran
Pondasi lahirnya kaidah ini berdasarkan firman Allah dalam surat
Yunus ayat 36 yang berbunyi:
وَمَا يَتَّبِعُ أَكۡثَرُهُمۡ إِلَّا ظَنًّاۚ إِنَّ ٱلظَّنَّ لَا
يُغۡنِي مِنَ ٱلۡحَقِّ شَيًۡٔاۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمُۢ بِمَا يَفۡعَلُونَ
Artinya: “Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan
saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai
kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.”
2. Hadis
Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda:
اذا وجد احدكم فى بطنه شيئا فأشكل عليه أخرج منه شيئ ام لا فلا يخرجن
من المسجد ختى يسمع صوتا او يجد ريحان.
Artinya: “apabila seseorang dari kalian merasakan sesuatu dalam
perutnya, kemudia membuat ia ragu dan gelisah apakah telah keluar sesuatu atau
tidak maka janganlah kalian keluar dari mesjid sehingga mendengar suara atau mencium
baunya.” (H.R. Imam Muslim).
Dan banyak terdapat hadis-hadis lain yang menunjuki makna serupa
yang mengindikasikan timbulnya keraguan seperti hadis tentang ragu-ragu dalam
rakaat shalat, keluar angin waktu shalat dan lain-lain.
Kaidah kedua ini juga masuk dalam semua bab-bab fikih. Permasalahan-permasalahan
yang dikeluarkan dari kaidah ini mencapai lebih dari seperempat fikih.
Pengertian Yakin dan Ragu-Ragu
1. Definisi Yakin
Yakin secara bahasa adalah sebagai sebuah ketetapan hati (thuma’ninah
al-qalb) atas suatu kenyataan atau realitas tertentu.
Menurut Imam Ghazali yakin adalah kemantapan hati untuk membenarkan
sebuah objek hukum di mana hati juga mampu memastikan bahwa kemantapan itu
adalah hal yang benar.
Sedangkan makna yakin dalam konteks kaidah ini mempunyai makna yang
lebih umum dan lebih luas dari definisi yakin secara bahasa. Sebab yakin di
sini juga termasuk zhan atau praduga kuat, yang mana belum mencapai derajat
yakin.
2. Definisi Syak (Ragu-Ragu)
Syak secara bahasa artinya keraguan atau kebimbangan. Menurut ahli
fikih syak adalah keraguan akan terjadinya
sesuatu atau tidak terjadi. Sedangkan menurut ulama ushul fikih syak adalah
keseimbangan hati dalam menyikapi sesuatu.
Dalam pengertian ahli ushul fikih di atas dapat diapahami bahwa
syak itu hati kita tidak cenderung kepada salah satu dari dua kemungkinan yang
ada.
Secara lebih sistematis, ulama memilah kondisi hati kepada lima pembagian
yaitu:
1. Yakin,
yaitu keteguhan hati yang bersandar pada dalil yang pasti
2. I’tiqad,
yaitu keteguhan hati yang tidak bersandar pada dalil yang pasti
3. Zhan,
yaitu asumsi hati pada dua hal yang berbeda, di mana salah satunya lebih kuat
4. Syak,
yaitu prasangka terhadap dua hal tanpa mengunggulkan salah satu dari pada
keduanya
5. Wahm,
yaitu kemungkinan yang lebih lemah dari duakemungkinan yang diasumsikan
Kaidah-kaidah yang masuk di bawah kaidah kubra yang kedua
Kaidah Pertama
الْأَصْلُ بَقَاءُ مَاكَانَ عَلَى مَاكَانَ
“hukum asal adalah ketetapan yang telah
dimiliki sebelumnya.”
Kaidah Kedua
الْأَصْلُ بَرَاءَةُ الذِّمَّةِ
“hukum asal adalah terlepas dari tanggungan”
Kaidah Ketiga
مَنْ شَكَّ هَلْ فَعَلَ شَيْئًا أَوْ لَا فَالْأَصْلُ أَنَّهُ لَمْ يَفْعَلْهُ
“siapa saja yang ragu apakah telah melakukan sesuatu atau tidak maka
pada asal ia belum mengerjakannya”
Kaidah Keempat
الْأَصْلُ الْعَدَمُ
“hukum asal pada hak adalah tiada lazim
bagi sesuatu bagi orang lain”
Kaidah Kelima
الْأَصْلُ فِى كُلِّ حَادِثٍ تَقْدِيْرُهُ بِأَقْرَبِ الزَّمَانِ
“hukum asal pada setiap kejadian adalah ditakdirkan pada waktu yang
terdekat dengannya”
Kaidah Keenam
الْأَصْلُ فِى الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ
“hukum asal segala sesuatu adalah boleh”
Kaidah Ketujuh
الْأَصْلُ فِى الْإِبْضَاعِ التَّحْرِيْمُ
“hukum asal farji adalah haram”
Kaidah Kedelapan
الْأَصْلُ فِى الْكَلَامِ الْحَقِيْقَةُ
“hukum asal pada perkataan adalah makna hakikat”
Sumber:
- Idhah al-Qawa’id
- Formulasi Fiqh
Posting Komentar