Kaidah: Al-Harim Lah Hukmu Ma Huwa Harim Lah
Kaidah: al-Harim Lah Hukmu Ma Huwa Harim Lah
Kaidah Al-Harim Lah Hukmu Ma Huwa Harim Lah merupakan
bagian dari kaidah Aghlabiyah. Kaidah ini juga merupakan kaidah kulliyah yang
mencakup beberapa permasalahan yang tidak terbatas pada satu bab. Namun tidak
menutup kemungkinan adanya pengecualian.
Oleh sebab itu, kaidah ini dinamakan kaidah Kulliyah Aghlabiyah
(universal representatif). Berbeda dengan kaidah Kulliyah Kubra yang bersifat
universal komprehensif.
Kali ini, penulis akan menjelaskan kaidah pertama dari
kaidah Aghlabiyah, yakni kaidah Al-Harim Lah Hukmu Ma Huwa Harim Lah (garis
pembatas memiliki hukum seperti yang dibatasi).
Substansi Kaidah
Setiap sesuatu memiliki batasan. Contoh sederhananya, batasan
lengan adalah siku, batasan rumah adalah pagar, batasan paha adalah lutut dan
seterusnya.
Dalam hukum Islam, diskursus mengenai pembatas segala
sesuatu tidak luput dari perhatiannya. Mayoritas hukum formal dalam
permasalahan yang berkaitan dengan batasan (harim) itu dirangkum secara
baik dalam kaidah ini.
Imam Zarkasyi mengatakan:
الحريم يدخل فى الواجب والحرام والمكروه وكل محرّم له حريم يحيط به والحريم هو
المحيط بالحرام كالفخذين فإنهما حريم للعورة الكبرى
“Harim
adalah sesuatu mencakupi kepada perkara yang wajib, haram dan makruh. Setiap
yang diharamkan itu memiliki batasan (harim) yang meliputinya. Harim
adalah yang meliputi bagi yang haram. Seperti dua paha. Sungguh keduanya itu batasan
(harim) bagi aurat yang besar.”
Maka kaidah ini menjelaskan bahwa seluruh harim
dari masing-masing sesuatu, mengikuti hukum dari sesuatu tersebut.
Dalil Kaidah
Dalil kaidah ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari
dan Muslim.
إن الحلال
بين وإن الحرام بين وبينهما أمور مشتبهات لا يعلمهن كثير من الناس فمن اتقى
الشبهات فقد استبرأ لدينه وعرضه ومن وقع في الشبهات وقع في الحرام كالراعي يرعى
حول الحمى يوشك أن يرتع فيه
“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang
haram itu jelas. Dan di antara keduanya terdapat sesuatu yang masih samar (syubhat)yang
tidak banyak orang mengetahuinya. Barangsiapa menjauhi syubhat, maka ia telah
membersihkan agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terperosok ke dalam
syubhat, maka ia telah terjerumus ke dalam keharaman. sebagaimana seorang
pengembala yang menggiring ternaknya di sekitar tanah larangan. Dikhawatirkan akat
terjerambab ke dalamnya.”
Di dalam Al-Qur’an.
Allah SWT juga menegaskan untuk tidak mendekati batasan-batasannya (larangan). Seperti
dalam Q.S. Al-Baqarah: 187:
تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَا
“Itulah batasan-batasan Allah,
maka janganlah kamu mendekatinya.”
Furu’ Kaidah
Di antara beberapa furu’ dari kaidah ini adalah:
1. Wajib membasuh
bagian dari kepala ketika membasuh wajah, supaya sempurna basuhan wajah.
2. Haram istimta’
(bersenggama) dengan sesuatu di antara pusat dan lutut saat haid (menstuasi) karena
diharamkan kemaluannya.
Pengecualian Kaidah
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa setiap kaidah
Aghlabiyah terdapat beberapa persoalan hukum yang dikecualikan.
Adapun persoalan hukum yang dikecualikan dari kaidah ini
di antaranya adalah:
1. Dibolehkan istimta’
di antara dua bokong perempuan sebagaimana dibolehkan pada zhahir dubur,
sekalipun diharamkan wata`.
Wallahu A’lam bi al-Shawab...
Semoga bermanfaat.....
Referensi:
Idhah al-Qawaid
Formulasi Nalar
Fiqh
Posting Komentar